RN - Walau sudah dilindungi Undang-Undang (UU) tapi tidak menutup kemungkinan pelaksanaan di lapangan terjadi masalah. Seperti advokat Natalia Rusli.
Kasus yang kini menjerat Natalia diduga kriminalisasi. atas dasar itulah, Vice Presiden Bidang Pembelaan Anggota, Bantuan Hukum dan HAM Kongres Advokat Indonesia (KAI) Aldwin Rahadian mendatangi Komisi Kejaksaan (Komjak).
Kehadiran mantan pengacara artis Ahmad Dhani itu untuk melaporkan dugaan kriminalisasi advokat yang dialami Natalia Rusli.
BERITA TERKAIT :Diketahui, Natalia Rusli ditetapkan sebagai tersangka berdasar laporan yang teregistrasi di nomor LP/B/3677/VII/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA pada tanggal 30 Juli 2021. Dalam laporan itu Natalia Rusli dipersangkakan dengan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan oleh Unit Harda Polres Jakarta Barat.
Aldwin menyatakan, DPP Kongres KAI mendapatkan laporan dari anggota bernama Natalia Rusli. Setelah dipelajari dan dikaji ternyata ada dugaan kriminalisasi terhadap advokat Natalia Rusli. Dugaan kriminalisasi terjadi terhadap Natalia saat menjalankan tugas dan fungsinya sebagai kuasa hukum.
"Karena menyangkut hubungan klien dengan advokat tentunya lebih dahulu dilakukan proses etik di internal organisasi advokat sebelum penyelidikan dan penyidikan," tegas Aldwin kepada wartawan saat jumpa pers di kawasan Cikini, Jakpus, Kamis (20/10).
Aldwin berharap laporannya ke Komjak segera ditindaklanjuti karena ini terkait profesi advokat.
"Hubungan klien dan advokat, klien dan kuasa hukumnya mengenai soal fee janji tentu ada di undang-undang advokat Nomor 18 tahun 2003 dan kode etik advokat . Sebenarnya perkara soal hubungan kuasa hukum dan klien tidak masuk dalam pidana. Tapi masuk dalam wilayah perdata," terangnya.
Hak Imunitas
Kerja advokat kata Aldwin dilindungi oleh undang-undang (UU) dan di dalamnya ada hak imunitas advokat seperti tercantum dalam Pasal 16 UU Advokat No 18/2003 jo putusan Mahkamah Konsitusi No 26-PUU-XI/2013.
"Penetpan tersangka pada Natalia adalah pelanggaran hak imunitas advokat dan indikasi kriminalisasi. Dan advokat dalam menjalankan tugasnya tak bisa dituntut secara pidana maupun perdata baik di luar maupun dalam pengadilan," terangnya.
Aldwin melanjutkan, perkara laporan Natalia sudah digelar di Mabes Polri pada 7 Juni 2022. Hasil dari gelar perkara tersebut kalau kasus Natalia terlalu terburu buru, prematur dan kurang alat bukti.
"Terdapat dugaan tidak profesional dalam hal prosesur penangan perkara oleh Polres Jakbar ataupun Kejari Jakbar dan perkara ini tak layak dilimpahkan. Meminta kepada Komjak mengawasi perkara agar tidak ada krikinalisasi pada advokat," ungkapnya.
Selain itu kata Aldwin, pihaknya juga telah melayangkan perlindungan Hukum kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin, "Kami berharap Kejaksaan mengeluarkan surat penghentian penuntutan.
Diketahui, pada tanggal 30 Juni 2022, Natalia Rusli mendapatkan Surat Pemberitahuan perkembangan dumas dengan hasil yaitu: “Berdasarkan fakta hukum yang ditemukan dalam gelar perkara khusus dan alat bukti yang ada bahwa terhadap Laporan Polisi No: LP/B/3677/VII/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 30 Juli 2021. Bahwa penetapan tersangka sdri. NATALIA RUSLI, S.H sebagaimana dimaksud dalam Surat Ketetapan Tersangka Nomor : S.Tap/38/III/2022/Sat Reskrim/Resto Jakbar tanggal 15 Maret 2022 TERLALU TERBURU-BURU (PREMATURE) karena pengumpulan alat bukti yang didukung barang bukti belum maksimal.