RN - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyambut baik keinginan Ketua Dewan Federasi Majelis Federal Rusia Valentina Matvienko untuk bertemu dirinya secara resmi selaku pimpinan MPR RI pada 6 Oktober mendatang di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Hal ini dia ungkapkan usai bertemu dengan Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Georgievna Vorobieva di kediaman dinas Ketua MPR, Jakarta, Senin (26/9/2022).
Menurut Bamsoet, pertemuan tersebut sangat penting untuk membahas berbagai isu yang sedang terjadi di dunia. Terlebih, Matviyenko dijadwalkan akan ke Indonesia untuk menghadiri Parliamentary Speaker's Summit (P20) yang dilaksanakan pada 5-7 Oktober 2022, sebagai bagian dari kepemimpinan Indonesia dalam G-20.
BERITA TERKAIT :"Pertemuan tersebut sangat penting untuk membahas berbagai isu yang terjadi di dunia. Antara lain mendorong perdamaian Rusia-Ukraina, peningkatan hubungan diplomatik antarparlemen Rusia-Indonesia, peningkatan kerja sama Indonesia-Rusia di sektor investasi, perdagangan, pendidikan, pariwisata, hingga people to people contact antarwarga kedua negara," ujar Bamsoet dalam keterangannya.
Turut hadir anggota MPR RI/DPR RI Robert Kardinal dan Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi.
Bamsoet menjelaskan, terkait situasi ketegangan antara Rusia dengan Ukraina, sikap Indonesia tetap mengedepankan politik bebas aktif. Sikap itu ditunjukkan dengan menjadi salah satu dari 141 negara yang mendukung resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk meminta Rusia menghentikan serangannya ke Ukraina.
Menurut dia, dukungan ini bukan berarti Indonesia memihak kepada Ukraina, melainkan atas dasar kemanusiaan dan menolak perang. Walaupun mendukung resolusi, sikap Indonesia tetap mendorong adanya penegakan HAM di wilayah konflik dan penyelesaian melalui dialog dan diplomasi.
Dalam pemungutan suara di Majelis Umum PBB tanggal 7 April 2022 mengenai pembekuan Rusia dari keanggotaan Dewan HAM, Bamsoet mengingatkan, delegasi Indonesia memutuskan abstain.
"Pertimbangannya, Majelis Umum PBB perlu bersikap hati-hati dan tidak mencabut hak sah anggotanya sebelum memiliki seluruh fakta yang ada. Majelis Umum PBB tidak boleh menciptakan preseden negatif yang dapat menjatuhkan kredibilitasnya sebagai badan yang terhormat," jelas Bamsoet.
Ketua DPR ke 20 ini menambahkan, penyelesaian ketegangan Rusia - Ukraina membutuhkan dukungan dari negara-negara Barat, Eropa, bahkan Asia. Antara lain seperti Amerika Serikat, Inggris, Turki, bahkan Indonesia. Karena itu, menurut dia, berbagai negara dunia lainnya juga harus turut membantu dan mendorong penyelesaian ketegangan yang terjadi antara Rusia-Ukraina. Sekaligus mewaspadai jangan sampai ada pihak-pihak yang memperkeruhnya.
Bamsoet mengatakan, berbagai proses menuju perdamaian sebenarnya telah dilakukan. Misalnya, Turki telah berperan lima kali menjadi tuan rumah perundingan pertemuan Rusia - Ukraina.
"Bahkan Rusia dan Ukraina menandatangani perjanjian terpisah dengan Turki dan PBB untuk membuka jalan bagi Ukraina yang merupakan salah satu lumbung pangan utama dunia, untuk mengekspor 22 juta ton biji-bijian dan barang-barang pertanian lainnya seperti gandum yang tertahan di pelabuhan Laut Hitam karena serangan Rusia. Kesepakatan itu juga memungkinkan Rusia mengekspor biji-bijian dan pupuk,"urainya.
Ia menegaskan, hubungan bilateral antara Rusia dengan Indonesia telah terjalin baik sejak 1956. Rusia telah menjadi salah satu mitra penting bagi Indonesia. Sebagai ketua MPR RI, Bamsoet setidaknya telah tiga kali menerima Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Georgievna Vorobieva, yakni pada 26 November 2019, 22 Maret 2021, dan pada Senin ini.
Di tingkat pemerintahan, selama tahun 2000-2020 tercatat 13 kali pertemuan bilateral antara Presiden Jokowi dengan Presiden Putin, empat kali di antaranya dilakukan saat kunjungan, dan sembilan kali lainnya di sela-sela konferensi internasional.
Kemudian dari sisi nilai investasi langsung Rusia di Indonesia pada tahun 2020 tercatat sebesar USD4,6 juta dengan 202 proyek, yang sebagian besar di sektor industri kimia dan farmasi.
Neraca perdagangan kedua negara tahun 2020 mampu mencatat surplus di pihak Indonesia sebesar USD 16 juta, dengan total volume perdagangan sebesar USD1,93 miliar.
"Nilai ini terbilang kecil dibanding potensi yang ada. Mengingat Rusia adalah kekuatan ekonomi nomor 12 dunia, sementara Indonesia nomor 16. Karena itu, masih terbuka berbagai peluang untuk meningkatkan neraca perdagangan kedua negara, misalnya dari sektor pertanian seperti palm oil, karet, kakao, gandum, hingga daging," pungkas Bamsoet.