RN - Setelah menjadi pembicaraan hangat, akhirnya pemerintah menunda implementasi program konversi LPG 3 kg menjadi kompor listrik pada tahun 2022 ini.
Program ini memang mendapat sorotan publik luas terlebih dikarenakan subsidi LPG 3 kg salah sasaran. Alhasil, beban APBN dalam memberikan subsidi untuk tabung melon terus membengkak.
Anggota Komite II DPD RI yang membidangi persoalan energi Fahira Idris mengatakan, selain karena subsidi LPG 3 kg yang dinilai salah sasaran, rencana konversi ke kompor listrik juga tidak dapat dilepaskan dari strategi pemerintah untuk mengatasi kelebihan pasokan listrik yang saat ini dialami PT PLN (Persero). Namun, dirinya menilai konversi gas 3 kg ke kompor listrik bukanlah solusi dari membengkaknya subsidi LPG 3 kg maupun untuk menyerap over supply listrik.
BERITA TERKAIT :“Saat ini yang paling mendesak dilakukan pemerintah agar subsidi LPG 3 tidak salah sasaran adalah melakukan percepatan perbaikan tata kelola. Pastikan yang mendapat subsidi adalah masyarakat miskin, rentan miskin dan usaha mikro. Cari solusi agar pendistribusian LPG 3 kg tidak seterbuka sekarang," ujar Fahira, dalam keterangan tertulisnya, dikutip hari ini.
Pemerintah harus memperbaiki database penerima gas 3 kg agar tepat sasaran serta memperbaiki manajemen operasional dan pengawasan dari hulu hingga hilir pelaksanaan distribusinya.
Fahira menekankan, rencana konversi ke kompor listrik itu bukan jalan keluar. Sebaliknya, ia melihat program konversi ini lebih kepada jalan mudah pemerintah karena belum mampu memperbaiki tata kelola subsidi LGP 3 kg tepat sasaran.
Sementara terkait over supply listrik, menurut Fahira, harusnya pemerintah memutar otak agar diserap maksimal oleh sektor industri dan bisnis, bukan rumah tangga. Selain itu, segera direalisasikan program agar terjadi penyeimbangan antara daerah surplus tenaga listrik dan daerah defisit listrik.
Fahira menilai dari berbagai persoalan, terutama terkait subsidi yang salah sasaran dan persoalan over supply listrik PLN yang dikarenakan ketidakcermatan kebijakan, pemerintah cenderung mencari jalan keluar yang mudah.
"Untuk gas, misalnya selain perbaikan tata kelola, kenapa pemerintah tidak menggenjot konsumsi gas rumah tangga dengan mengalihkan LPG menjadi jaringan gas," ujar dia.
Atau untuk mengurangi subsidi, lanjut Fahira, pemerintah menerapkan strategi peralihan dari LPG menuju produk dimetil eter atau bahan bakar yang berasal dari batubara berkalori rendah.
"BBM subsidi salah sasaran, jalan mudahnya naikkan harga BBM. Subsidi LPG 3 kg salah sasaran, jalan mudahnya gulirkan rencana mengganti kompor gas dengan kompor listrik. Jadi setiap persoalan yang dikarenakan ketidakcermatan kebijakan, pemerintah selalu mencari jalan mudahnya saja. Jalan mudahnya yaitu jadikan rakyat sebagai solusinya,” pungkas senator Jakarta ini.