RN - Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa meminta SE Mendagri Nomor 821/5492/SJ tertanggal 14 September 2022 dicabut.
Dengan ditekannya SE tersebut, Mendagri Tito Karnavian mengizinkan penjabat (Pj), pelaksana tugas (Plt) dan pejabat sementara (Pjs) kepala daerah memutasi atau memberhentikan ASN.
BERITA TERKAIT :Saan mengingatkan, masa jabatan Pj gubernur saat ini berbeda dengan mekanisme sebelumnya. Pasalnya, saat ini ada banyak gubernur yang akan digantikan oleh Pj hingga gelaran pilkada serentak pada 2024.
"Sekarang Pj sementara ini kan hampir seluruhnya, 33 gubernur provinsi, 34 dengan DIY. 500 lebih bupati, wali kota, yang memang menjelang 2024 seluruhnya berakhir masa jabatannya, kecuali yang Pilkada 2020, sembilan gubernur. Berbeda kalau dulu Plt kan beberapa, ada 1-2 lah gubernur di-Plt," tutur Saan dalam rapat bersama Kemendagri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (21/9/2022).
Alasan lainnya mengingat masa jabatan pjs, plt maupun pj kepala daerah yang ditunjuk cukup lama hingga 2024.
“Dampak-dampak yang akan kita hadapi terkait surat edaran itu nanti agak susah, karena penjabat ini lama, bukan seperti penjabat sebelumnya yang batas waktunya bulanan (sebentar),” terangnya.
Ia mewanti-wanti pejabat sementara kepala daerah rentan menyalahgunakan wewenangnya dengan dasar SE tersebut. Terlebih, untuk kepentingan politis.
“Surat edaran ini sama juga nanti diberikan legitimasi untuk hal-hal yang dalam pemahaman kita nanti, jangan sampai nanti itu disalahgunakan,” kata Saan.
Ia juga meragukan pengawasan dari Kemendagri terkait implementasi SE tersebut. Menurutnya, tanpa kontrol yang kuat, pejabat sementara bisa memanfaatkan kewenangan yang diberikan untuk kepentingan pribadinya.
"Dia akan menyalahgunakan Surat Edaran Mendagri untuk kepentingan politiknya, dan sebagainya, akan bertindak sewenang-wenang juga terhadap ASN karena tidak perlu izin tertulis," jelas ketua DPD Partai NasDem Jabar ini.
Bahkan, SE Mendagri itu menabrak UU di atasnya, salah satunya UU 49/2019 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Seharusnya, kata Saan, sudah ada terlebih awal aturan norma standar dan prosedur terkait kriteria dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan.
“Khususnya dalam memberikan mandat untuk melakukan pemberhentian, pemberhentian sementara, penjatuhan sanksi dan atau tindakan hukum lainnya kepada pejabat atau aparatur sipil negara di pemerintahan daerah,” ucap Saan.
Saan menilai SE tersebut rawan multi-interpretasi pada pelaksanaannya. Sehingga, hemat dia, SE Mendagri Nomor 821/5492/SJ tertanggal 14 September 2022 dicabut saja.
“Rawan namanya abuse of power, itu rawan sekali. Maka terkait dengan itu, kita coba diskusikan apakah misalnya itu dicabut digantikan dengan surat edaran yang baru, dievaluasi atau direvisi terkait dengan soal surat edaran itu, supaya dasar hukumnya ini tidak bertentangan dengan undang-undang yang ada,” tegas Saan.
Mendagri Tito Karnavian sebelumnya menerbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 821/5492/SJ tanggal 14 September 2022 yang memberikan persetujuan terbatas kepada penjabat (Pj), pelaksana tugas (Plt), dan penjabat sementara (Pjs) dalam mengelola kepegawaian daerah.
Secara khusus ada dua hal pokok yang diatur dalam surat edaran tersebut. Pertama, Mendagri memberikan izin kepada Pj, Plt, dan Pjs kepala daerah untuk menjatuhkan sanksi atau hukuman disiplin bagi pegawai negeri sipil (PNS) yang tersangkut korupsi dan pelanggaran disiplin berat.
Kedua, Mendagri memberikan izin kepada Pj, Plt, dan Pjs kepala daerah yang akan melepas dan menerima ASN yang mengusulkan pindah status kepegawaian antar daerah (mutasi antar daerah) dan antar instansi (mutasi antar instansi).