RN - Suharso Monoarfa di ujung tanduk. Desakan agar dia mundur sebagai Ketua Umum PPP terus menguat.
Menteri PPN/Kepala Bappenas itu dinilai merusak suara PPP akibat ucapnnya soal amplop kiai. Ucapan Suharso membuat para kader PPP di daerah merasa teranggung.
Apalagi selama ini kekuatan PPP akibat dukungan para kiai dari pondok pesantren. Melihat gejolak internal, Suharso Monoarfa, meminta maaf usai video yang berisi dirinya sedang melakukan pidato di KPK beredar di media sosial.
BERITA TERKAIT :Untuk itu permintaan maaf ini disampaikan Ketum secara terbuka usai menghadiri acara Sekolah Politik yang digelar selama 2 hari bagi kader PPP di Bogor.
"Saya menyesalkan ada pihak yang dengan sengaja mencuplik sepotong dari sambutan saya pada acara Politik Identitas Cerdas Berintegritas yang diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin, 15 Agustus 2022 lalu, cuplikan yang sepotong itu menjadi di luar konteks dan membentuk opini negatif," ujar Suharso dalam keterangan tertulis, Kamis (19/8/2022).
Suharso menegaskan sambutannya tidaklah berdiri sendiri, melainkan merespon atas apa yang disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron. Ia juga berusaha menyambungkan dengan apa yang telah dipresentasikan oleh Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Wawan Wardhiana.
Gejolak Kabah
Sejumlah kader dan pimpinan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jawa Timur mengecam keras pernyataan Ketua Umumnya, Suharso Monoarfa yang menyinggung 'amplop kiai'. Mereka pun mendesak Suharso bertanggung jawab dengan mundur dari tampuk kepemimpinan Partai Ka'bah.
Kecaman itu salah satunya diutarakan Sekretaris Majelis Pakar DPW PPP Jatim, Sudarsono Rahman. Ia mengatakan pihaknya menyesalkan pernyataan Suharso, meski DPP PPP sudah meminta maaf.
"Pada prinsipnya kami menyesalkan ketua umum terkait pernyataan persoalan amplop kiai. Dalam fenomena ini kami mengambil sikap agar ketua umum menyelamatkan gerbong besar ini. Oleh sebab itu beliau harus legowo mundur dari ketum, kalau tidak nanti ada gerakan lebih besar lagi," kata Sudarsono, saat mendatangi Kantor DPW PPP Jatim, Jumat (19/8).
Ia menyebut Suharso harus berani mengakui kesalahannya, dan segera mundur untuk menyelamatkan partai. Pasalnya, pernyataan itu berpotensi menimbulkan gelombang protes dari banyak pihak.
Jika tidak bersedia mundur, maka menurutnya, Suharso bisa merugikan partai, apalagi jelang momen Pemilu 2024. Ia pun mengusulkan adanya Muktamar Luar Biasa (MLB) sesegera mungkin karena waktu yang mendesak. Soal siapa pengganti Suharso nanti, ia tak mau ambil pusing, siapapun berhak selama memenuhi ketentuan dan syarat.
"Kalau beliau legowo mundur akan soft, proses pemenangan partai akan jalan, dan target terpenuhi, daripada gerakan demo terus terjadi. Soal siapa penggantinya itu urusan DPP, dan usulan DPW se-Indonesia, serta DPC," ujarnya.
Wakil Ketua Majelis Pertimbangan DPW PPP Jatim KH Saiful Muluk Basaiban mengatakan, ucapan Suharso tentang 'amplop kiai' itu telah melukai hati para santri dan kiai. Sebab, budaya itu sudah lazim dilakukan di kalangan pesantren sebagai tanda terima kasih dan penghormatan. Hal itu dikenal sebagai Bisyaroh.
"Sangat disesalkan pernyataan Suharso. Bahwa memberi hadiah ke kiai itu bentuk penghormatan, kiai tidak pernah minta dan menekan, bedakan antara hadiah dan meminta. Sebagai seorang santri memuliakan kiai salah satunya dengan bisyaroh itu biasa, itu bentuk hormat," kata Saiful.
"Ini menyakiti, apalagi di kalangan ponpes. Seakan-akan korupsi itu dimulai dari ponpes, padahal ponpes itu antikorupsi. Kalau memberi hadiah itu adalah bentuk menghormati, bentuk mencintai kita ke kiai," tambahnya.
Pengasuh Pondok Sidoresmo Surabaya ini mengingatkan, PPP merupakan partai berasaskan Islam. Dan karena pernyataannya, Suharso sudah dianggap melukai umat Muslim, maka bukan tak mungkin PPP akan berpotensi terus tenggelam.
"Kalau sudah demikian merugikan partai berasas Islam, daripada mengorbankan harapan Umat Islam di Indonesia, ya harus legowo mundur daripada gejolak besar. PPP ini rumah besar umat Islam, harus dijaga, hanya karena tingkah laku seseorang, bisa berdampak merusak semuanya," ucapnya.
Sekretaris Majelis Pertimbangan DPW PPP Jatim, KH Muhid Effendi, pernyataan Suharso soal 'amplop kiai' itu berpotensi mengganggu laju PPP jelang Pemilu 2024. Ia menyebut saat ini seluruh kader berupaya sekuat mungkin mempertahankan PPP, tapi, kata dia, yang jadi penghalangnya justru sang ketumnya sendiri.
"Ketika ketum begini otomatis mengganggu kebesaran PPP, tidak diganggu saja PPP terseok-seok, apalagi diganggu. Kalau tidak legowo mundur, sama saja Suharso menghambat kebesaran PPP," kata Muhid.
Menurut Pengasuh Ponpes Mahasiswa An Nur Surabaya ini, PPP sudah terpuruk pada 2019 lalu. Ia tak mau hal itu sampai terulang kembali saat Pemilu 2024.
"Kalau enggak legowo mundur dan masih ngotot, itu malah membuat PPP carut marut. Kita minta PPP tahun 2024 minimal parliamentary threshold terlampaui. Kami mendesak Suharso membesarkan PPP dengan mundur, jangan sampai PPP masuk lubang lagi," ujar dia.
Wakil Sekretaris Majelis Syariah DPW PPP Jatim, KH M Hadits menilai, ucapan Suharso sudah kelewatan dan harus mendapat ganjaran. Menurutnya,Suharso harus meninggalkan PPP.
"Ibarat pemain bola, itu sudah offside dan kena kartu merah maka harus meninggalkan lapangan hijau. Harus malu dia dengan dirinya sendiri dan mundur," kata Hadits.
Soal penggantinya, Pengasuh Yayasan Al Muthmainnah Bojonegoro ini menyebut, banyak kader PPP yang mumpuni dan lebih baik dibanding Suharso.
"Kalau bisa pengganti dari internal, karena banyak kader kita yang bagus," katanya.