SANTER terdengar adanya wacana reshuffle kabinet. Kabarnya hari ini, Rabu pahing tanggal 15 Juni.
Bocorannya PAN akan dapat jatah satu menteri karena selama ini dianggap menunjukkan loyalitasnya ke presiden. Sementara Nasdem kabarnya kehilangan kursi di kabinet. Diduga Nasdem kurang patuh pada Jokowi dan mau usung Anies Baswedan.
Selain Nasdem, PKB juga dianggap telah mbalelo dan banyak bermanuver, sehingga akan dikurangi jatah menterinya. Benarkah? Kita buktikan isu yang beredar ini.
Biasa, setiap akan terjadi reshuffle kabinet, isunya liar dan ke mana-mana. Meski kadang benar karena adanya bocoran. Terutama di era medsos seperti sekarang ini. Nama-nama yang beredar dan viral untuk calon anggota KPU beberapa waktu lalu saja bisa benar dan persis sama. Nggak ada yang beda dengan yang personil yang ditetapkan dan dilantik. Apa ini berlaku juga untuk nama-nama yang akan duduk di kabinet?
BERITA TERKAIT :Reshuffle itu hal biasa. Kapan saja, presiden bisa melakukan reshuffle kabinet. Itu hak presiden. Ada dua alasan presiden mereshuffle kabinet. Pertama alasan pragmatis. Kedua, alasan idealis.
Alasan pragmatisnya ada tiga. Pertama, untuk menambah kekuatan dan dukungan politik. Ini biasanya diambil dari kader partai atau ormas. Kedua, untuk mengakomodir orang-orang yang loyal kepada presiden.
Di akhir periode, biasanya presiden memberi peluang kepada mereka yang punya jasa besar dan penting terhadap kepentingan dan kinerja presiden. Di antara peluang itu adalah duduk di kabinet. Ketiga, untuk menyingkirkan orang-orang yang dianggap tidak loyal kepada presiden. Yang tidak loyal itu bisa menterinya, bisa juga orang/institusi/partai yang merekomendasikannya.
Alasan idealisnya ada tiga. Pertama, karena gak memenuhi ekspektasi dalam kerja. Kalau menteri kurang perform, ini memang layak diganti. Menteri yang terbukti tidak memiliki kinerja dan prestasi yang baik mesti di-reshuffle.
Dengan bangkrutnya banyak BUMN, apalah Erick Tohir dianggap performed? Minyak goreng yang terus dikendalikan mafia, apakah Lutfi, menteri perdagangan dan Airlangga sebagai menko ekonomi dianggap performed? Dengan kegaduhan dan keterbelahan rakyat yang berkepanjangan, apakah Mahfud MD sebagai menteri polhukam dianggap performed? Publik tentu punya catatan.
Kedua, selalu menciptakan disharmoni, kegaduhan dan instabilitas politik. Para menteri yang setiap pernyataan dan kebijakannya selalu kontroversial itu berpotensi merusak konsolidasi kerja, membelah bangsa dan bahkan menurunkan kharisma serta wibawa presiden.
Ketiga, menteri yang bermasalah dan tersandung kasus moral atau hukum. Yang ketiga ini lazim menjadi pemicu dan dasar presiden mereshuffle menterinya. Berapa banyak menteri yang harus diganti karena jadi tersangka KPK.
Tarik ulur dan dorongan atas kebutuhan politik seringkali cenderung mengabaikan aspek ideal dalam melakukan resuffle kabinet. Ini yang terjadi di 23 tahun era reformasi. Kekuatan partai politik yang dominan memaksa setiap Presiden mengambil langkah win win solution dalam menyusun daftar kabinet. Bahkan condong lebih politis dari pada aspek kompetensi yang dibutuhkan oleh kementerian.
Faktor di atas akan kita lihat mana yang dominan nanti dalam resuffle kabinet. Apakah faktor pragmatis, atau faktor idealis. Untuk kepentingan negara, atau semata-mata untuk kepentingan politis. Hal ini akan terlihat dari siapa dan dari partai mana yang akan diangkat menjadi menteri saat resuffle.
Identitas dan performa menteri akan mengklarifikasi kualifikasi idealis atau pragmatis tersebut. Siapa dan dari partai mana menteri yang nanti akan diganti, ini juga bisa jadi bahan bacaan dan penilaian publik.
Meski resuffle itu hak presiden, kita berharap pertimbangan idealis dan faktor kepentingan bangsa yang akan dominan. Bukan semata-mata kepentingan pragmatis dan unsur politis yang dominan.
Rakyat berharap reshuffle kabinet nanti tidak terkait dengan isu penundaan pemilu. Jika menteri yang dicopot itu dari partai yang menolak pemilu ditunda, dan penggantinya berasal dari kader partai yang mengusulkan pemilu ditunda, maka ini akan memperkuat stigma bahwa pemerintah terlibat dalam skenario penundaan pemilu.
Diharapkan juga reshuffle kabinet tidak terkait dengan dukung mendukung dalam pembentukan koalisi untuk Pilpres 2024. Jika ini terjadi, maka unsur pragmatis dan politis menjadi lebih dominan dari semangat dan spirit untuk kepentingan bangsa dan negara.
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa