RN - Koalisi Pembela Lembaga Penerbitan Mahasiswa (LPM) Lintas mendesak Polda Maluku menghentikan upaya pemidanaan terhadap sembilan penggiat LPM Lintas IAIN Ambon.
Kesembilan orang tersebut diseret IAIN Ambon ke jalur hukum setelah membongkar dugaan adanya 32 kasus kekerasan seksual di kampus mereka.
"Upaya pemidanaan terhadap Penggiat LPM Lintas ini semakin menunjukkan bahwa IAIN Ambon tidak dapat mewujudkan ruang aman bagi korban kekerasan seksual," kata Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin mewakili koalisi bersama Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik, AJI Indonesia, AJI Ambon
dan IJTI Pengda Maluku, dikutip dari siaran pers, Kamis (26/5/2022).
Di samping itu, koalisi menyatakan, upaya kriminalisasi ini juga menciderai hak atas kebebasan berekspresi dan akademik di saat Dewan Pers telah menyatakan karya jurnalistik bertajuk "IAIN Rawan Pelecehan Seksual" di Majalah Lintas, telah sesuai Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Sembilan penggiat LPM Lintas dilaporkan oleh H. Gilman Pary selaku Fungsional Analisis Kepegawaian Ahli Madya IAIN Ambon kepada Polda Maluku tertanggal 18 Maret 2022. Pelaporan itu terjadi setelah LPM Lintas IAIN Ambon menerbitkan majalah dengan judul “IAIN Ambon Rawan Pelecehan” edisi 14 Maret 2022. Majalah tersebut adalah hasil liputan investigasi tim redaksi terkait dugaan 32 kasus kekerasan seksual yang terjadi di IAIN Ambon selama periode tahun 2015 hingga 2021.
Pada 11 dan 15 Mei 2022, sembilan penggiat LPM Lintas menerima surat undangan wawancara/panggilan klairifikasi dari Polda Maluku dari staf kampus IAIN Ambon.
Ade menyatakan surat undangan dan proses pemeriksaan terhadap sembilan penggiat LPM Lintas tidak patut dan tidak sah secara hukum.
“Panggilan klarifikasi bukan merupakan salah satu proses pemeriksaan yang dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” tegas Ade.
Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito mengingatkan agar Polda Maluku merujuk hasil penilaian Dewan Pers bernomor 446/DP-K/V/2022 yang terbit pada 13 Mei 2022 yang isinya menyatakan bahwa LPM Lintas patut diberikan penghargaan, karena mengangkat kepentingan publik yang bersifat mendesak, mengingat jumlah korban kekerasan sangat banyak.
IAIN Ambon seharusnya dapat memberikan perlindungan khusus terhadap Penggiat LPM Lintas IAIN Ambon serta menjadikan hasil liputan investigasi yang terdapat di majalah “IAIN Rawan Pelecehan” sebagai titik mula bagi kampus untuk membantu korban kekerasan seksual memperoleh keadilan serta pemulihan.
“Sudah jelas bahwa LPM Lintas IAIN Ambon tidak selayaknya dipidana karena bekerja untuk kepentingan publik. Rektor IAIN Ambon harus melindungi LPM Lintas sebagai bentuk komitmen untuk menjamin kebebasan berekspresi dan kebebasan akademik yang dijamin undang-undang,” kata Sasmito.
KIKA menyatakan bahwa UU Sisdiknas menjamin kebebasan akademik. Selain itu majalah Lintas telah memenuhi kaidah keilmuan yang seharusnya.
Tindakan pembekuan, bahkan kriminalisasi yang terjadi adalah upaya tekanan dan pendisiplinan yang melanggar Surabaya Principle of Academic Freedom. Kasus ini juga menimbulkan keprihatinan internasional, dan telah dilaporkan dalam UPR 41st Tahun 2022 bersama Scholar at Risk (SaR).
Oleh karena itu Koalisi mendesak Rektor IAIN Ambon menghentikan segala bentuk tindakan intimidatif serta mencabut SK Pembekuan LPM Lintas.
Polda Maluku juga diminta menghentikan proses hukum terhadap sembilan penggiat LPM Lintas serta memerintahkan H. Gilman Pary, Fungsional Analisis Kepegawaian Ahli Madya IAIN Ambon, mencabut laporan kepada Polda Maluku.
Lebih lanjut, Koalisi meminta Menteri Agama RI untuk turun tangan mengawasi pelanggaran kebebasan akademik IAIN Ambon terhadap LPM Lintas.