RN - SKK Migas menilai program konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) ke gas masih belum ada titik temu. Subsidi dan modal yang dibutuhkan akan menganggu keuangan PGN dalam jangka panjang .
Kepala Divisi Monetisasi Minyak & Gas SKK Migas, Agus Budiyanto, mengatakan realisasi program konversi ini akan meringankan keuangan PLN dengan adanya penghematan dari penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang diganti dengan gas dari PGN. Namun di saat yang sama, keuangan PGN akan terbebani karena pemerintah telah mengunci harga gas untuk sektor kelistrikan di angka US$ 6 per mmbtu (million British thermal units). "Penggunaan BBM sebagai pembangkit listrik, PLN membutuhkan biaya yang tinggi. Dalam pelaksanaan konversi ini ada pembatasan harga (gas), ini yang agak menjadi rancu," ujar dia dalam diskusi bertajuk 'Menilai Kelayakan Ekonomi LNG Skala Kecil untuk Pembangkit' secara virtual, Kamis (26/8).
BERITA TERKAIT :
Di satu sisi, pemerintah telah menugaskan Pertamina, melalui PGN, untuk memasok gas ke 52 pembangkit listrik milik PLN. Sementara, PGN merupakan perusahaan BUMN dengan kepemilikan publik yang cukup besar yang berorientasi profit. "Ini jadi berbenturan, karena penugasan itu menggerus profit," katanya.
Oleh karena itu, ia menyarankan supaya Kementerian ESDM dapat mengkaji kembali kebijakan tersebut untuk menghitung secara keseluruhan berbagai komponen pembentuk harga gas.
Menurut laporan terbaru Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), gas alam cair skala kecil (ssLNG) kembali diusulkan sebagai program andalan demi membangun pasar gas baru dan meningkatkan penggunaannya di sektor kelistrikan untuk mengganti pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) yang mahal.
PGN sendiri berulang kali menyatakan kesiapannya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab pemerintah.