Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Diduga Kasus Era Ahok, Kini Giliran BUMD DKI (Jaktour) Keseret Kasus

NS/RN | Kamis, 29 Juli 2021
Diduga Kasus Era Ahok, Kini Giliran BUMD DKI (Jaktour) Keseret Kasus
-

RN - BUMD di DKI Jakarta kembali keseret masalah. Setelah hasil audit BPK soal Jakpro dan Perumda Sarana Jaya yang kena kasus KPK kini giliran PT Jakarta Tourisindo. 

BUMD milik Pemprov DKI Jakarta yang biasa mengurusi hotel dan wisata itu diobok-obok Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Kejati menetapkan 2 tersangka terkait kasus korupsi penyalahgunaan keuangan. 

Dua tersangka tersebut tidak ditahan. Keduanya disebut-sebut menjabat saat era Geburnur Basuki T Purnama alias Ahok.

BERITA TERKAIT :
Thita Anak Eks Mentan SYL Disebut Perawatan Kulit Pakai Duit Suap?
Bupati Sidoarjo Pakai Jurus Sakit, KPK Gak Percaya Alasan Gus Muhdlor?

Penetapan tersangka ini merupakan hasil pengembangan penyidikan perkara tindak pidana korupsi penyalahgunaan keuangan yang berasal dari pembayaran jasa perhotelan instansi pemerintah pada Grand Cempaka Resort & Convention, unit usaha PT Jakarta Tourisindo (BUMD) Provinsi DKI Jakarta dengan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor Print: 298/M.1/Fd.1/01/2020 tanggal 31 Januari 2020 atas nama tersangka Irfan Sudrajat.

"Ditemukan alat bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka baru yaitu saudara RI (selaku General Manager) dan saudara SY (selaku Chief Accounting) sebagai pelaku peserta," kata Kasipenkum Kejati DKI Jakarta, Ashari Syam, dalam keterangan tertulis, Rabu (28/7/2021).

Lebih lanjut, 2 tersangka RI dan SY itu tidak ditahan penyidik. Ashari mengatakan penyidik menilai kedua tersangka tidak ditahan karena mengaku siap bersikap kooperatif.

"Atas pertimbangan tim penyidik, maka kedua tersangka tersebut tidak dilakukan penahanan. Diantaranya karena alasan kedua tersangka tersebut dinilai cukup kooperatif dalam menjalani proses penyidikan selama ini," ujarnya.

Ashari mengatakan perbuatan para tersangka dilakukan setidak-tidaknya sejak 2014 hingga Juni 2015. Perbuatannya itu menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 5.194.790.618.

Adapun penetapan tersangka RI dituangkan dalam Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor TAP-01/M.1.5/Fd.1/07/2021 tanggal 28 Juli 2021 dan penyidikannya dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor: PRIN-1600/M.1/Fd.1/07/2021 tanggal 28 Juli 2021.

Sementara penetapan tersangka SY dituangkan dalam Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor: TAP-02/M.1.5/Fd.1/07/2021 tanggal 28 Juli 2021 dan penyidikannya dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor PRIN-1601/M.1/Fd.1/07/2021 tanggal 28 Juli 2021.

Sudah Dipecat 

Menanggapi siaran pers yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengenai penetapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Grand Cempaka Resort, Corporate Secretary PT Jakarta Tourisindo, A.T Erik Triadi memberikan apresiasinya terhadap keseriusan Kejati DKI Jakarta.

Sebagai informasi, kasus dugaan korupsi di Grand Cempaka Resort ditemukan pada hasil audit di tahun 2015, yang mengindikasikan terjadinya penyalahgunaan dana yang menyebabkan kerugian negara pada tahun 2014-2015. 

Kasus ini sudah berlangsung jauh sebelum kepemimpinan direksi saat ini dan oknum karyawan tersebut sudah lama diberhentikan serta tidak lagi menjadi bagian dari PT Jakarta Tourisindo sejak Juni 2017.

“Pada prinsipnya, kami tidak menoleransi adanya tindak pidana korupsi di internal perusahaan sehingga perusahaan tidak segan untuk mengakhiri hubungan kerja jika karyawan terbukti bersalah dalam kasus tindak pidana korupsi. Kami menghormati dan mengikuti proses hukum yang berlaku,” jelas Erik.

Dalam menjalankan bisnisnya, PT Jakarta Tourisindo selalu menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (Good Corporate Governance) dimana prinsip transparansi, akuntabilitas dan independensi harus dijalankan dengan konsisten. Sehingga, semua operasional perusahaan selalu patuh dan berada dalam koridor norma dan aturan hukum yang berlaku.