Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Jangan Sampai Vaksin Berbayar Dicap Bagus Dan Yang Gratis Buruk 

NS/RN | Senin, 12 Juli 2021
Jangan Sampai Vaksin Berbayar Dicap Bagus Dan Yang Gratis Buruk 
Ilustrasi
-

RN - Heboh vaksin berbayar berlanjut. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai adanya vaksin berbayar bisa menimbulkan opini bingung.

YLKI mengajak agar vaksin berbayar ditolak. Diketahui, PT Kimia Farma Tbk akan membuka klinik vaksinasi berbayar mulai Senin (12/7). 

"Vaksin berbayar itu tidak etis di tengah pandemi yang sedang mengganas. Vaksin berbayar harus ditolak," katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (11/7/2021).

BERITA TERKAIT :
Garam Masalah Marak di DKI, Terbanyak Di Jakarta Utara 
Temukan 15 Merek Garam dengan Kadar Yodium Tak Penuhi SNI, YLKI Minta Pemprov DKI Tegas

Kebijakan itu dinilai hanya akan membuat masyarakat bingung dan malas untuk melakukan vaksinasi COVID-19.

"Yang digratiskan saja masih banyak yang malas (tidak mau), apalagi vaksin berbayar dan juga membingungkan masyarakat, mengapa ada vaksin berbayar dan ada vaksin gratis. Dari sisi komunikasi publik sangat jelek," tuturnya.

Vaksin berbayar juga dinilai bisa menimbulkan ketidakpercayaan kepada masyarakat. Bisa saja orang jadi berpandangan bahwa yang berbayar kualitasnya lebih baik dan yang gratis lebih buruk.

"Oleh karena itu, YLKI mendesak agar VGR (vaksin berbayar) untuk kategori individu dibatalkan. Kembalikan pada kebijakan semula, yang membayar adalah pihak perusahaan, bukan individual," tambahnya.

Wakil Ketua Umum Pengurus IDI, Slamet Budiarto setuju dengan vaksin gotong royong berbayar. Namun, dia menilai mestinya vaksin berbayar ini tidak dimonopoli oleh Kimia Farma.

Dia menyoroti track record Kimia Farma yang bermasalah. Salah satunya kasus oknum pegawai Kimia Farma yang terlibat kasus praktik tes antigen bekas di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara.

"Seharusnya tidak dimonopoli oleh Kimia Farma. Tapi dibuka untuk seluruh klinik-klinik. Mengingat track record Kimia Farma yang di Kualanamu. Jadi jangan di Kimia Farma aja. Karena justru tidak mempercepat, malah melambat," kata Slamet Budiarto kepada wartawan, Minggu (11/7).

Dia tidak mempermasalahkan skema vaksin gotong royong yang berbayar. Karena vaksin berbayar harus berbeda dengan vaksin program.

"Ini kan di luar program. Bukan sama dengan program. Persyaratan vaksin gotong royong itu harus berbeda dengan program," tuturnya.