RN - Kementerian Perhubungan menerbitkan Surat Edaran Nomor 50 Tahun 2021 tentang perjalanan orang dalam negeri untuk sektor perkeretaapian. Dalam aturan tersebut, perjalanan transportasi kereta api di wilayah aglomerasi, termasuk KRL Jabodetabek, hanya dikhususkan bagi penumpang yang masuk kategori pekerja di sektor esensial dan kritikal.
“Jadi kami tegaskan, tidak boleh naik KRL kalau tidak masuk sektor esensial dan kritikal,” ujar Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri dalam konferensi pers, Jumat, 9 Juli 2021.
Aturan ini berlaku pada Senin, 12 Juli hingga 20 Juli 2021. Aturan bisa diperpanjang sesuai dengan hasil evaluasi pemerintah.
BERITA TERKAIT :Zulfikri mengatakan masyarakat yang bukan merupakan pekerja di dua sektor itu akan diminta untuk putar balik atau kembali ke rumahnya. Musababnya, pemerintah telah mengatur masyarakat yang tidak masuk sektor esensial maupun kritikal wajib 100 persen bekerja dari rumah.
Adapun melalui beleid baru Kementerian Perhubungan itu, masyarakat yang masih harus melakukan perjalanan kereta api di wilayah aglomerasi wajib membawa dokumen surat keterangan yang dikeluarkan pemerintah daerah atau pemimpin perusahaan. Sedangkan warga yang bekerja di pemerintahan harus membawa surat keterangan minimal dari eselon II.
Surat keterangan tersebut wajib berstempel cap basah atau bertanda tangan elektronik. Dokumen syarat itu akan dicek oleh petugas sebelum penumpang masuk ke area stasiun.
Adapun dokumen surat tugas merupakan satu-satunya syarat yang dibutuhkan bagi pelaku perjalanan kereta di wilayah aglomerasi. Kementerian Perhubungan menyebut penumpang KRL tidak perlu menunjukkan kartu vaksin maupun hasil tes swab PCR.
Untuk mencegah adanya antrean panjang di stasiun, Zulfikri meminta pekerja yang diizinkan melakukan mobilisasi tidak melakukan perjalanan di pagi atau sore hari saat jam sibuk. “Mohon untuk penumpang yang melakukan perjalanan, jangan jam pagi atau sore kalau perlu melakukan pergerakan,” tuturnya.
Berdasarkan data yang dihimpun pemerintah, pergerakan masyarakat selama PPKM darurat belum turun signifikan. Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, mengatakan pada hari kelima PPKM Darurat, mobilitas di wilayah aglomerasi cenderung tinggi dan masih di bawah angka 30 persen.
“Di DKI Jakarta saja, hari pertama PPKM Darurat 6 Juli hanya turun 22,8 persen. Pada 7 juli justru lebih kecil penurunannya, yaitu 22,6 persen. Di hari ketiga, malah lebih kecil lagi 16,17 persen. Jadi rasanya makin banyak pergerakannya,” ujar Adita.
Adita pun mengungkapkan data ini mendorong pemerintah untuk mengambil kebijakan melakukan pengetatan pergerakan masyarakat. Pemerintah, kata Adita, menargetkan penurunan mobilisasi selama PPKM Darurat mencapai 30-50 persen.