Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Gawat Nih, 52 Persen Penduduk Indonesia Rentan Jatuh Miskin 

NS/RN/NET | Minggu, 02 Mei 2021
Gawat Nih, 52 Persen Penduduk Indonesia Rentan Jatuh Miskin 
Ilustrasi
-

RN - Letoynya ekonomi Indonesia membuat jumlah pengengguran naik. Bahkan, jumlah orang miskin juga melonjak.

Naiknya jumlah pengangguran dan orang miskin tak lain dampak dari pandemi Corona. Diketahui, BPS sebelumnya  mengungkapkan jumlah penduduk miskin di Indonesia tembus 27,55 juta pada September 2020. 

Jumlah itu membuat tingkat kemiskinan mencapai 10,19 persen dari total populasi nasional. Sementara ekonom Senior Faisal Basri menuturkan kesejahteraan masyarakat Indonesia masih rendah. 

BERITA TERKAIT :
Duit Bansos DKI Rp 802 Miliar, Jangan Sampai Yang Kaya Dapat Bantuan
Prabowo Lebih Jago Dari Jokowi, Sekali Gebrak Bawa Rp156,5 Triliun Dari China

Faisal mencatat sebanyak 52 persen masyarakat Indonesia hidupnya rentan jatuh pada jurang kemiskinan. "Artinya, kalau ada apa (ekonomi dan politik) sedikit saja langsung dia miskin kembali," kata Faisal diskusi Ekonomi dan Demokrasi, Sabtu (1/5).

Angka tersebut terpaut jauh dari negara tetangga seperti Malaysia sebesar 3 persen maupun Thailand yang berada di posisi belasan persen.

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) periode 2015-2020 Halim Alamsyah menuturkan Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen untuk mengentaskan masalah kemiskinan.

Per Agustus 2020 lalu, jumlah pengangguran di Indonesia tembus 9,77 juta karena pandemi Covid-19.

"Indonesia minimal harus tumbuh 6 persen, baru kita bisa mengurangi pengangguran nyata, kalau di bawah 6 persen kita masih akan berhadapan dengan pengangguran," ujarnya dalam diskusi Ekonomi dan Demokrasi, Sabtu (1/5).

Ia menuturkan setiap tahunnya ada tambahan angkatan kerja baru di Indonesia sebesar 3,5 juta hingga 4 juta orang.

Karenanya, dibutuhkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen untuk menyerap angkatan kerja baru itu, sedangkan 1 persen untuk menyerap pengangguran eksisting.

Selain mendorong pertumbuhan ekonomi, ia menilai pemerintah juga perlu terus mendorong pemberian bantuan sosial sebagai bantalan bagi perekonomian akibat bertambahnya pengangguran.

"Memang pertumbuhan ekonomi yang tinggi bukan merupakan resep yang akan selesaikan masalah seluruhnya. Namun, pertumbuhan ekonomi kita perlukan untuk bisa menyerap pertambahan tenaga kerja," ujarnya.

Sejalan dengan itu, ia menyatakan pemerintah harus memperbaiki rasio perpajakan (tax ratio) di Indonesia lantaran masih rendah yakni di rentang 10 persen-11 persen.

Ini tertinggal dari sejumlah negara tetangga seperti Filipina yang sebesar 17 persen-18 persen, maupun negara-negara Eropa yang sudah mencapai 41 persen.

Sebab, pajak merupakan komponen utama yang membiayai APBN. Sementara, saat ini APBN masih bekerja keras untuk membiayai penanganan Covid-19 sehingga mengalami defisit hingga Rp956,3 triliun sepanjang 2020 lalu. Angka tersebut setara 6,09 persen dari produk domestik bruto (PDB).

"Ini terkait dengan demokrasi, kemampuan sebuah negara dalam mengambil atau memobilisasi dana dari masyarakat itu akan tercermin dari kemampuan negara mengambil pajak," ujarnya.