RN - Partai Gerindra DKI Jakarta dikabarkan turun peringkat setelah sebelumnya menempati posisi kedua setelah PDIP. Ariza gagal jadi nakhoda?
Hasil survei Lembaga Nusantara Strategic Network (NSN) menyatakan elektablitas PDIP teratas mencapai (21,3 persen), disusul (PSI 14,3 persen), Golkar (9,8 persen), PKS (8,5 persen), Gerindra (7,0 persen), Demokrat (5,5 persen), NasDem (4,3 persen), PAN (3,5 persen), PKB (2,8 persen), dan PPP (2,0 persen).
"Jika digelar pemilu saat ini, diprediksi PDI Perjuangan (PDIP) dan PSI bakal menguasai DKI Jakarta, disusul Golkar," kata Direktur Program NSN Riandi dalam siaran persnya, di Jakarta, Kamis, 4 Maret 2021.
BERITA TERKAIT :Menyikapi hal ini Pengamat Politik Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Adib Miftahul mengatakan bahwa ada intrik - intrik politik di tubuh Gerindra DKI yang tidak pro kader dan tidak terklarifikasi dengan baik di masyarakat.
"Walau punya Wagub (Ariza Patria) sebagai Ketua, namun saya lihat Gerindra DKI ini menuju lampu merah. Mulai dari pergantian M. Taufik yang penuh misteri, lalu PAW anggota DPRD Zuhdi Mamduhi juga penuh misteri, dan yang terakhir Ali Lubis Ketua DPC Jakarta Timur yang terang-terangan meminta Anies untuk mundur, ini juga penuh misteri," ungkap Dir. Eksekutif Lembaga Kajian Politik Nasional (KPN) kepada awak media, Rabu (10/3).
"Kenapa saya katakan penuh misteri? karena hal-hal ini tidak dijelaskan kepada masyarakat dan loyalis Gerindra, sehingga muncul opini liar yang menggerus elektabilitas partainya," lanjutnya.
Adib panggilan akrabnya, menyatakan bahwa kepemimpinan partai di DKI Jakarta ini berbeda dengan wilayah lainnya, sehingga diperlukan gaya kepemimpinan yang khusus.
"Dulu ada koalisi Kebon Sirih yang berbeda dengan koalisi nasional, artinya para ketua partai di DKI ini punya gaya kepemimpinannya sendiri. Saya lihat Ariza belum mampu menghadirkan itu, ditambah kader yang punya basis massa terukur terkesan didzolimi seperti Taufik dan Zuhdi, ini juga faktor penentu turunnya elektabilitas partai" terangnya.
Adib juga mengingatkan bahwa turunnya elektabilitas Gerindra sejak dipimpin Ariza, menunjukan parameter bahwa warga DKI Jakarta tidak simpati dengan gaya kepemimpinan Wakil Gubernur tersebut.
"Dia (Ariza) jadi wagub itu karena lobi politik bukan karena dipilih masyarakat sehingga masyarakat tidak simpati, hasil survei NSN ini merupakan parameter kongkrit. Kalau sebagai wagub saja elektabilitas partai terjun bebas, bagaimana mau maju jadi Gubernur? Kondisi begini dapat peringkat 5, sudah bagus itu," tutupnya.