RADAR NONSTOP - Media sosial (medsos) sejatinya adalah teknologi memperluas interaksi individu dan golongan. Sayangnya, seiring berjalannya waktu, medsos berubah jadi mesin yang menumbuhkan sikap negative.
“Kenyataan tersebut dipicu ketidaksiapan sebagian pengguna sosial media dalam merespon kehadiran sosial media. Sarana yang seharusnya bisa mendekatkan hubungan antara pengguna, justru menjadikan saling menjauh,” kata Pengamat Sosial dari Kompas, Toto Suryaningtias dalam Campus Talk bertema Gerakan Intoleransi dan Media Sosial di kampus UMB, Jakarta, Jumat (2/11).
Wajah ketidak harmonisan dalam bersosial media, menurut dia sebagai indikasi yang tidak sehat. Apalagi ruang sosial media berlangsung tanpa kontrol. Bahkan bisa mengarah pada kekerasan lanjutan yang akan berdampak pada kondisi riil.
BERITA TERKAIT :Dalam beberapa kasus, sambung dia ketegangan yang terjadi pada sosial media memicu keteangan pula pada ruang interaksi nyata. Akibatnya sikap saling mempertentangkan itu tidak lagi tergambar dalam tulisan, tetapi juga dalam aksinya.
“Di sinilah sikap egois semakin menajam. Pihak yang berseteru berada saling berhadapan. Dan tentu pada ujungnya bisa mengancam disintegrasi bangsa,” imbuhnya.
Ancaman disintegrasi itu bukan isapan jempo. Toto menambahkan beberapa negara yang saat ini mengalami guncangan politik, militer hingga ekonomi dan perpecahan tersebut dipicu penggunaan sosial media yang tidak sehat. Pada akhirnya kondisi bangsalah yang jadi taruhannya.
Wakil Dekan Fakultas Ilmu Komputer, Yaya Sudarya, Ph.D menambahkan kehadiran sosial media harus dilihat dalam prespektif positif. Dimana manfaat sosial media telah melahirkan usahawan baru, artis, seniman, pemikir dan sebagainya.
“Memang dalam beberapa hal perlu edukasi lebih banyak kepada pengguna sosial media. Agar memanfaatkan dalam fungsi yang positif,” tuturnya.