RADAR NONSTOP - Presiden Jokowi mengingatkan agar tak ada masyarakat yang merasa paling agamis. Paling benar sendiri dan suka menyalahkan orang lain.
Terlebih, demokrasi di Indonesia menjamin kebebasan berekspresi bagi setiap warganya.
Begitu dikatakan Jokowi pada Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD Tahun 2020 di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD, Jakarta, Jumat (14/8/2020).
BERITA TERKAIT :“Demokrasi memang menjamin kebebasan, namun kebebasan yang menghargai hak orang lain. Jangan ada yang merasa paling benar sendiri, dan yang lain dipersalahkan. Jangan ada yang merasa paling agamis sendiri. Jangan ada yang merasa paling Pancasilasis sendiri,” ujar Jokowi.
Menurutnya, semua sikap yang merasa paling benar dan memaksakan kehendak biasanya merupakan hal yang tidak benar. Karena itu, Presiden meminta seluruh komponen bangsa agar bergotong royong, saling membantu, dan saling mengingatkan dalam kebaikan.
“Semua yang merasa paling benar dan memaksakan kehendak, itu hal yang biasanya tidak benar,” ucapnya.
Kendati demikian, Jokowi menilai mayoritas masyarakat Indonesia memiliki sikap menjunjung tinggi kebersamaan dan persatuan serta penuh toleransi dan saling peduli. Sehingga ia pun yakin masa sulit dan krisis saat ini akan dapat ditangani dengan baik.
Jokowi mengatakan, nilai luhur Pancasila serta persatuan dan kesatuan nasional merupakan hal utama bagi bangsa dan negara. Karena itu, ia menegaskan pemerintah tak akan memberikan ruang bagi siapapun untuk menggoyahkannya.
“Kita tidak bisa memberikan ruang sedikit pun kepada siapa pun yang menggoyahkannya,” kata Jokowi.
Surga Penista Agama
Sebelumnya, Wasekjen Persaudaraan Alumni (PA) 212 Novel Bamukmin menyoroti maraknya penista agama akhir-akhir ini.
Menurutnya, rezim saat ini menjadi surga bagi penista agama, karena lemahnya penegakkan hukum.
"Sudah saya sering katakan baik dimimbar, diacara acara terbuka dalam diskusi publik juga di media bahwa Indonesia khususnya direzim ini sudah menjadi surga bagi penista agama," tegas Novel seperti dilansir laman Republika.co.id, Kamis (13/8/2020).
Novel menduga, fenomena ini adalah permainan rezim yang membuka gerbang emas untuk neo Partai Komunis Indonesia (PKI) yang ingin melumpuhkan unsur Ketuhanan Maha Esa. Buktinya, dengan membiarkan dan memberi dukungan untuk penista agama dalam jabatan tertentu.
"Dengan latar belakang vonis yang rendah serta tidak pernah ada kejelasan penista agama ditahan di Mako Brimob ada atau tidaknya. Serta framing dukungan yang ditekan untuk menggiring opini yang dilakukan oleh buzzer sebagai tokoh pendobrak kebebasan berekpresi tanpa batas," keluh Novel.
Dikatakan Novel, sampai saat, dari berbagai wadah advokat sudah melaporkan banyak kasus dugaan penistaan agama yang ternyata tidak diproses lebih lanjut oleh pihak berwajib. Maka, dengan tumpulnya penegakkan hukum ini menjadi peluang menimbulkan bibit-bibit baru penista agama.
"Kasus penistaan agama menjadi pemicu konflik dimasyarakat dengan tujuan adu domba. Ini memang strategi Neo PKI mengadu domba dengan isu agama," kecam Novel.
Kendati demikian, Novel menegaskan, pihaknya bersama para ulama selalu menghadapi Neo PKI dengan gaya apapun. Termasuk peranan orang gila jejadian dan penghinaan serta penyerangan kepada ulama secara terang-terangan.
Apalagi, sejarah kemerdekaan ini sebelum ada TNI , Polri, NKRI, Pancasila dan UUD 45, umat Islam dan ulama lah dengan semangat ukhuwah serta mencintai negara memerdekakan negara ini dari penjajahan.
"Bahkan nama "NKRI" sendiri juga adalah hasil penamaan dari para ulama yang mana dari ulama NU dan Muhamadiyahnya bergabung dalam Masyumi yang menamai NKRI yang sebelumya bernama Republik Indonesia Serikat," pungkas Novel.