RADAR NONSTOP - Siswa titipan dan praktek jual-beli bangku sekolah di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, Rabu (29/7/2020).
Praktek siswa titipan maupun jual-beli bangku kosong mulai terendus berawal dari ulah ngamuknya Lurah Benda Baru, Saidun terhadap SMAN 3 Tangsel. Lurah Saidun ngamuk lantaran siswa titipannya ditolak pihak sekolah.
Baru-baru ini, sumber Radarnonstop.co dari internal Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) menyebut, ada penyediaan kuota kursi kosong mencapai 10 persen dari total keseluruhan siswa di setiap Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
BERITA TERKAIT :Menurut sumber Radarnonstop.co, Berinisial B, praktek siswa titipan sewaktu dia menangani, itu dihitung dalam satu angkatan PPDB. Setiap kelas, andaisaja tersedia 40 anak, jika satu sekolah bisa mencapai 400 siswa.
Jika dihitung keberadaan sekolah negeri terdapat 22 sekolah , berarti ada 8.000 siswa. Dalam jumlah itu 10 persennya merupakan siswa titipan sebanyak 800 orang. Sekarang, kata B, apalagi jumlah SMP bertambah diduga kuotanya bisa sampai 1.000 siswa titipan.
Kuota itu belum termasuk untuk siswa titipan di SMAN atau SMKN di Tangsel. Jumlah SMAN di Tangsel ada 12 sekolah dan SMKN ada 3 sekolah. Sekarang, kata B, SMK ada penambahan dari 2 jadi 5.
SMA kalau 400 x 12 ada 4.800 siswa dan dua SMK mencapai 1.200, total SMA dan SMK ada 6.000 siswa. Bangku kosong untuk siswa titipan diperkirakan mencapai 600 siswa untuk SMA ataupun SMK.
"Itu mah bukan rahasia umum. Oknum anggota dewan, ormas sampai teman-teman media juga sama saja, termasuk oknum dari TNI atau Polri. Kalau dulu begitu, karena kan dulu belum mekanisme online kayak sekarang," terang B saat berbincang dengan Radarnonstop.co.
Permainan itu polanya yakni siswa lebih dulu dianjurkan ikut PPDB, kalau gagal baru diminta bawa bukti pendaftaran. Jalur PPDB, kata B, tetap dijalankan.
Berbeda dengan sekarang, kalau sekarang kuotanya lebih banyak zonasi. Siswa titipan bisa dijalankan di kuota zonasi tersebut agar prakteknya tak terendus.
Terkait dengan maraknya siswa titipan dan jual-beli bangku sekolah di Tangsel, membuat sejumlah pengamat turun tangan untuk membuat perubahan dalam sistem PPDB. Salah satunya yakni Pengamat Kebijakan Publik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak.
Menurut Zaki, pihaknya setuju jika titipan siswa dihapus. Pasalnya, dengan maraknya penyediaan kuota siswa titipan itu, pihak sekolah dinilai hanya asal-asalan dan tidak jelas dalam memberikan kuota.
"Saya setuju titipan dihapuskan, tidak boleh sekolah memberi kuota yang tidak jelas. Transparansi dalam penerimaan sangat penting biar tidak bisa seenaknya main belakang," terang Zaki Mubarak.
Menurut Zaki, biasanya titipan memanfaatkan mereka yang batal daftar ulang. Kata Zaki, sekolah harusnya mengambil daftar rangking urut belakangnya.
"Aturan main yang berubah-rubah, sulit dipahami dan multi tafsir membuka ruang bagi model titipan-titipan kayak gitu. Jadi mari kita benahi bersama-sama,"tegasnya.
Disinggung soal kasus Lurah Benda Baru, Saidun, menurut dia, pihaknya setuju jika diproses hukum lantaran adanya tindak kekerasan dengan pengrusakan seperti dalam video yang beredar.
"Dalam kasus lurah itu, kalau motifnya sosial atau membantu warganya yang secara ekonomi tidak mampu mungkin bisa ditoleransi. Tapi kalau motifnya dagang dan untuk dapat uang, maka saya setuju proses hukum berjalan. Apalagi ada tindak kekerasan dengan perusakan,"jelas Zaki Mubarak.
Dengan dimikian, terkait Lurah Saidun ngamuk gara-gara siswa titipan itu, kata Zaki, harus dilihat dari akar masalahnya. Menurut dia, lurah sering kali mendapat beban dari warganya yang ingin putra atau putrinya lolos sekolah negeri.
"Orang tua murid, apalagi yang ekonominya pas-pasan takut anaknya gagal sekolah negeri. Sebab kalau masuknya sekolah swasta, bisa dibayangkan cost atau biayanya akan sangat memberatkan mereka. Bisa tiga kali lipat dibandingkan dana yang harus keluar di sekolah negeri,"katanya.
Zaki menerangkan, terkait itu mereka (orang tua, red) berjuang dengan segala macam cara supaya anaknya masuk. Kasus SMAN 3 Tangsel, kata dia, mungkin saja seperti itu masalahnya.
"Jadi sistemnya harus diperbaiki, jika pemerintah menggratiskan siswa atau siswi yang kurang mampu di sekolah swasta, seperti halnya di sekolah negeri maka bisa menjadi salah satu solusinya. Bagi orang tua kelas dengan status kelas menengah saja, biaya anaknya di sekolah swasta apalagi levelnya SMA sudah terasa memberatkan, bisa ngos-ngosan. Apalagi dalam situasi krisis ekonomi saat ini,"urai Zaki Mubarak.