Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Womens Day International: Masih Ada Diskriminasi Di Pelayanan Kesehatan

RN/CR | Minggu, 08 Maret 2020
Womens Day International: Masih Ada Diskriminasi Di Pelayanan Kesehatan
-

RADAR NONSTOP - Peringatan hari Perempuan se- dunia merupakan momentum bagi kaum perempuan memperkuat barisan dalam memperjuangkan hak - hak mereka di segala bidang kehidupan.

Tak terkecuali di bidang pelayanan kesehatan. Masih banyak bentuk diskriminasi terhadap pasien di Rumah Sakit, bahkan dilakukan oleh petugas rumah sakit yang notebene juga seorang perempuan.

"Di bidang kebidanan misalnya, pasien perempuan pengguna jaminan masih sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan saat berhadapan dengan petugas RS yang juga perempuan" kata Asep Firdaus, Sekretaris Wilayah KPW DKI REKAN Indonesia.

BERITA TERKAIT :
19,9 Ribu Ibu Hamil Kurang Energi, Sri Mulyani Sebut Anggaran Kesehatan Rp187,5 T
Sutet Ditolak Warga Tanjung Priok, PLN Asal Bangun Sebelum Sosialisasi

"Diskriminasi dilakukan mulai dari verbal seperti perkataan udah gratis masih berisik aja saat pasien perempuan berteriak karena menahan kontraksi akan melahirkan. Tak hanya itu, tindakan yang berupa pshikis misalnya dilayani dengan kasar, judes dan muka masam dari perawat juga masih kerap ditemui,” tambah Asep Firdaus.

Selain persoalan tindakan yang tidak menyenangkan, tubuh pasien perempuan juga tidak terjamin kemerdekaannya untuk dapat menghindar dari eksploitasi industri kesehatan.

"Pada perempuan hamil, kaum perempuan tidak pernah berdaya menghadapi konspirasi bisnis persalinan yang dilakukan oleh dokter/bidan dimana sering ketika kondisi kehamilan sebenarnya bisa dengan normal lalu di vonis untuk cesar dengan pertimbangan yang menakutkan. Sehingga membuat perempuan hamil dan keluarganya cemas dan mau tidak mau menyetujui tindakan cesar,” beber Asep panggilan akrabnya.

Dalam hal kebebasan perempuan untuk menentukan hak memilih alat kontrasepsi yang cocok untuk dirinya. Seringkali dijumpai, terutama yang menggunakan program jaminan dari pemerintah langsung dipasang alat kontrasepsi tanpa persetujuan dirinya.

"Jelas ini adalah pelanggaran hak terhadap kebebasan perempuan memilih alat kontrasepsi apa yang paling cocok terhadap tubuhnya. Kadang banyak perempuan yang pasca melahirkan baru tahu kalau rahimnya diikat tanpa persetujuan dirinya,” jelas Asep.

Asep menegaskan, pemerintah harus bertanggungjawab dan menjamin perlindungan terhadap perlakuan diskriminatif kepada pasien perempuan.