RADAR NONSTOP - Rencana Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo mencabut larangan ekspor benih lobster diprediksi bakal membawa malapetaka besar.
Dengan adanya pemberian izin ekspor benih lobster, maka penangakapan dan perburuan benih lobster yang belum bisa dikembangbiakkan the house tersebut akan terjadi secara besar - besar.
Alhasil, populasi dan keberlangsungan lobster Indonesia akan terancam. Jika sudah demikian, maka tidak menutup kemungkinan lobster Indonesia hanya tinggal kenangan alias punah.
BERITA TERKAIT :Karenanya, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menilai Pemerintah harus membatalkan rencana kebijakan tersebut.
Tujuan larangan ekspor dan penangkapan benih lobster adalah untuk melindungi dan memastikan keberlanjutan lobster di Indonesia, hal ini sebagaimana dituangkan dalam bagian “menimbang” dan Pasal 7 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No. 56/PERMEN-KP/2016.
Peraturan tersebut mengatur bahwa untuk menjaga keberadaan dan ketersediaan populasi sumber daya lobster (Panulirus spp) diperlukan pengaturan penangkapan dan ekspor lobster yakni dengan melarang ekspor dan penangkapan benih lobster.
“Pertimbangan dan alasan kebijakan larangan ekspor ini perlu dipertahankan dan kita jaga bersama, karena jelas jika benih lobster ditangkap dan diekspor, keberlanjutan lobster akan terancam. Lebih lanjut benih-benih tersebut seharusnya menjadi besar dan dewasa lalu akan bertelur lagi untuk menghasilkan benih lagi dan seterusnya,” ujar Dalila Doman, Peneliti Divisi Pesisir dan Maritim ICEL.
Rencana pencabutan larangan ekspor benih lobster juga akan merugikan Indonesia dari segi ekonomi.
Mantan Menteri KP Susi Pujiastuti melalui akun Twitter-nya menyampaikan bahwa, nilai penjualan seekor benih lobster ketika dijual nilai seekor benih lobster hanya 139 ribu rupiah sedangkan penjualan lobster dengan bobot 1,2-1,4 Kg saat ini mencapai 5 juta rupiah per ekor.
Tentu akan sangat merugikan bagi Indonesia dari segi ekonomi. “Jika Menteri KKP melihat dari sisi ekonomi, maka perlu dilihat juga potensi penerimaan negara dilihat dari perbedaan hasil penjualan benih lobster dan lobster dewasa,” lanjut Dalila.
Selain berpotensi merugikan keberlanjutan populasi lobster dan ekonomi, rencana kebijakan ini juga berpotensi melanggar ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 29 Tahun 2019 juncto Permendag No. 72 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan.
Dalam Pasal 3 ayat (1) Permendag tersebut mengatur, ekspor benih hewan hanya dapat dilakukan apabila kebutuhan benih hewan tersebut telah terpenuhi dan kelestarian ternak lokal terjamin.
Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang diterbitkan oleh KKP, menyatakan bahwa populasi lobster kian menurun, ekspor benih lobster berpotensi menyebabkan punahnya populasi lobster dan bersifat tidak berkelanjutan sehingga pada akhirnya kebutuhan benih lobster di Indonesia tidak terpenuhi dan tidak dapat memberi jaminan kelestarian ternak lokal.
“Jika rencana ini dijalankan akan berpotensi melanggar Pasal 3 ayat (1) Permendag tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan. Seharusnya hal ini dipertimbangkan ulang termasuk basis kajian dari rencana tersebut,” tutup Dalila.
Henri Subagiyo, Direktur Eksekutif ICEL menyatakan bahwa rencana Menteri KKP untuk membuka keran ekspor benih lobster menunjukkan Pemerintah saat ini terjebak pada pragmatisme ekonomi yang membahayakan keberlanjutan perikanan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat nelayan.
“Seharusnya sektor budidaya perikanan dan nelayan yang justru diperkuat agar bisa seperti Vietnam yang diakui Pemerintah sendiri telah berhasil mengembangkan budidaya lobster. Jika alasannya adalah maraknya penyelundupan benih lobster, bagaimana mungkin kebijakan ini bisa dikontrol dengan baik kalau penyelundupan saja tidak yakin bisa diatasi,” imbuhnya.