RADAR NONSTOP - Pimpinan Perguruan Tinggi se-Indonesia kembali berkumpul, menggelar Rembuk Nasional Peringatan Setahun dan Tindak Lanjut Deklarasi Nusa Dua, bertempat di Hotel Inna Grand Bali Beach, Denpasar.
Rembuk Nasional digelar selama dua hari (26-27) September 2018. Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah VIII Bali-Nusra, Prof. Drs. I Nengah Dasi Astawa, M.Si., dengan keynote speech Kapolda Bali, Irjen. Pol. Dr. Drs. Petrus Reinhard Golose, M.M.
Penggagas dan koordinator acara, Dr. Ida Bagus Radendra Suastama mengatakan, civitas akademika dan sivitas akademis sepakat untuk terus berpikir keras menangkal ideologi radikal, dan memberikan penekanan kepada masyarakat bahwa ideologi Pancasila sangat penting.
BERITA TERKAIT :Selanjutnya Ida membeberkan 12 pokok pikiran hasil Rembuk Nasional Pimpinan PT ke - 2 ini. Pertama, menghadapi tahun politik, kampus harus terus menjaga independensi (kemandirian). “Netralitas akademik harus terus dijaga. Tidak terpengaruh konstestasi politik terkini (Pilpres 2019),” jelasnya.
Kedua, menolak semua bentuk radikalisme masuk kampus, baik pemikiran maupun tindakan. “Indikasi adanya kelompok-kelompok radikal dan intoleran di kampus biasanya diawali dari sikap dan pola interaksi mereka yang cenderung eksklusif dan merasa superior di antara kelompok lainnya,”.
Ketiga, mendirikan pusat-pusat studi Pancasila di kampus-kampus sebagai wadah pengkajian dan perumusan kurikulum pengajaran dan pendidikan Empat Konsensus Kebangsaan dengan metode kemasan dan komunikasi yang sesuai dengan generasi sekarang.
Keempat, perlunya memasukkan materi pendidikan agama, bela negara, dan Pancasila dalam seleksi dosen dan pengurus organisasi kemahasiswaan.
Kelima, secara reguler, mengadakan pelatihan dan refreshment bagi dosen pengajar khususnya mata kuliah Pancasila dan bela negara, sekaligus untuk menemukan metode-metode pengajaran baru yang lebih inovatif.
Keenam, pentingnya kerjasama antar pimpinan program studi di dalam kampus maupun antarkampus untuk mencegah berkembangnya radikalisme dan paham-paham intoleransi. Termasuk bekerja sama dengan pemerintah daerah, kementerian pertahanan, dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.
Ketujuh, pentingnya menegakkan secara tegas aturan dan SOP internal PT manakala terdapat indikasi penyimpangan pengajaran oleh dosen, yang mengarah pada bentuk-bentuk penentangan terhadap Pancasila.
Kedelapan, masuknya paham radikal dan intoleran biasanya dibawa oleh para senior mahasiswa dan/atau alumni melalui kegiatan organisasi ekstra kampus. Organisasi esktra kampus inilah yang kemudian mendirikan unit-unit organisasi yang (baik langsung, maupun tidak) berafiliasi kepadanya. Ironisnya, kegiatan-kegiatan kemahasiswaan internal ini didanai oleh internal kampus.
Kesembilan, Pimpinan PT perlu mengupayakan peningkatan anggaran kegiatan kemahasiswaan, agar mereka tidak perlu lagi mencari sumber pendanaan dari luar kampus (individu, kelompok, organisasi) yang rentan menyusupi kepentingan dan paham-paham intoleran.
Kesepuluh, generasi milenial sangat membutuhkan keteladanan dari pemimpin bangsa, orang tua, pimpinan PT maupun dosen pengajara di tempat mereka belajar. Jujur, dan tidak korupsi adalah nilai-nilai yang harus ditunjukkan dalam tindakan sehari-hari. Generasi milenial juga perlu memperoleh pendidikan budi pekerti, penghormatan pada hierarki, disiplin, toleransi, dan cinta tanah air sebagai fondasi menerapkan sikap hidup Pancasila.
Kesebelas, perlu memunculkan kisah dan tokoh inspiratif yang memiliki keteladanan, prestasi, dan pengorbanan. Mereka ini lalu diekspose secara masif melalui media-media komunikasi terkini: medsos, media viral.
Keduabelas, penyampaian materi Pancasila perlu lebih inovatif, berorientasi praktek/penerapan, gaya komunikasi visual, fun (menyenangkan), kaya content, dan disampaikan melalui media komunikasi viral terkini.