Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Soal Kisruh Proses Pemilihan Ketua RW 06 Pejuang, Ini Pandangan Henu Sunarko

YUD | Sabtu, 16 November 2019
Soal Kisruh Proses Pemilihan Ketua RW 06 Pejuang, Ini Pandangan Henu Sunarko
Henu Sunarko
-

RADAR NONSTOP - Kisruh yang terjadi dalam rencana proses pemilihan Ketua RW.06 Kelurahan Pejuang, Kecamatan Medan Satria diduga dipicu oleh tafsir yang berbeda terhadap Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Pemilihan Ketua RT/RW.

Persoalannya makin membias, kala terbit Surat Edaran Nomor 100/2409- SETDA.TAMPEM yang mengatur bahwa ketua RT/RW yang telah menjabat 2 periode atau lebih dilarang untuk dicalonkan lagi, meskipun ada jedah jabatan.

Dalam pandangan Henu Sunarko, Direktur Spidol Merah mengatakan, penyelenggara Pemerintahan memainkan peranan sentral dalam melakukan penafsiran Peraturan Daerah, tafsir tunggalnya ada di Pemerintah Kota Bekasi sehingga Peraturan Daerah dapat dijalankan sebagaimana mestinya.

"Pemerintahan harus mengerti maksud pembentukan Peraturan Daerah, menangkap motif atau niatan (intens) pembentuk peraturan daerah atau menemukan kembali maksud dan tujuan yang aktual juga historis dari pembentuk peraturan daerah serta menghasilkan makna baru yang progresif," tegas Henu kepada radarnonstop.co (Rakyat Merdeka Group), Sabtu (16/11).

Lebih lanjut Henu Sunarko menjelaskan, penafsiran Peraturan Daerah idealnya bersifat transeden, kritis, dan progresif.

"Hal ini juga berlaku pada Pemerintah Kota Bekasi, Camat hingga Lurah. Berpikir transenden berarti optimalisasi nurani dalam melakukan penafsiran. Kritis adalah penggunaan nalar namun tidak bersifat 'take for granted'. Progresif adalah upaya untuk terus-menerus menemukan makna baru dan tidak terbelenggu pada makna yang sifatnya absolut," tegasnya.

Penerapan Perda, lanjut Henu, tidak boleh asal sesuai keinginan Walikota, tapi menegaskan kepentingan yang jauh lebih luas, yakni masyarakat.

"Penerbitan SE Sekda itu bentuk tafsir absolut. Bahkan lebih terlihat ambigu. Ibaratnya di sini boleh, di sana gak boleh, atau sebaliknya. Kan konyol pola seperti ini," tandasnya.

Henu menambahkan, Perda sebagai peraturan tertulis yang dibentuk oleh DPRD dan Pemkot Bekasi dalam banyak hal dipengaruhi oleh arus pemikiran dominan dalam lembaga politik yang bersangkutan pada kurun waktu tertentu. Rumusan dalam Rancangan Peraturan Daerah yang umum dan abstrak sering merupakan rumusan kompromi yang spektrum, maknanya sangat luas sehingga rentan terhadap penafsiran yang berbeda oleh subyek hukum yang berkepentingan.

"Meskipun kejelasan tujuan dan kejelasan rumusan menjadi asas Pembentukan Perda, namun dalam kenyataannya tidak sedikit Perda yang samar-samar tujuannya, dan rumusannya ambigu. Hal tersebut membuka peluang terjadinya multi tafsir yang menyulitkan pelaksanaannya," paparnya.

Dulu, lanjut Henu, terbit Surat Edaran Nomor 100/5799-SETDA.Tapem Tentang Pemilihan dan Pemekaran RT dan RW. Dalam surat edaran tersebut disampaikan, pertama tidak dilakukan pemilihan dan pemekaran RT dan RW sampai dengan pemilihan kepala daerah Kota Bekasi berakhir. Kedua, apabila ada RT dan RW yang habis masa baktinya agar dilakukan perpanjangan sampai dengan pelaksanaan Pemilu kepala daerah berakhir.

"Lalu, Surat Edaran Sekretaris Daerah (Sekda) Nomor 149/3587/SETDA.Tapem tanggal 28 April 2017 tentang Pemekaran RT/RW se-Kota Bekasi Tahun 2017-2018. Surat Edaran Nomor 100/5799-SETDA.Tapem Tentang Pemilihan dan Pemekaran RT dan RW ini dianggap bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) ‎Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Pembentukan RT/RW. Dalam Perda ini disebutkan, masa bakti Ketua RT dan RW hanya tiga tahun dan dipilih kembali satu periode berikutnya secara terbuka dan jujur," terangnya.

Henu menghimbau, menerapkan aturan formal saja tak ubahnya 'naik gerobak ditarik sapi gila', lalu berharap produknya memiliki legitimasi yang kuat? Tentu kebiasaan-kebiasaan ini perlu untuk dikritisi. Jika terus menerus membuat aturan dasar lalu terbit surat edaran, surat tugas, surat mandat atau keterangan apapun yang tak sebangun dengan semangat aturan dasarnya, itu sama halnya mengelabuhi, pensiasatan aturan dan mendorong terjadinya jurang pemisah di tengah masyarakat.

"Akal-akalan Perda dan SE di RW 06 Kelurahan Pejuang Kecamatan Medan Satria semestinya tak terjadi jika Pemerintah punya keseriusan menerapkan aturan dasarnya. Bukan justru membiarkan masyarakat terbelah dan berpotensi untuk saling memproteksi lingkungannya,," ujar Henu Sunarko menutup pembicaraan.

BERITA TERKAIT :
Dosen Ngaku Korban Konten Porno Nagdu Ke PWI Kota Bekasi 
Ogah Hadir HUT Golkar, Darah Uu Gak 100 Persen Beringin Dan Gak Serius Maju Jadi Wali Kota Bekasi