RN - Satu persatu persoalan PBNU mencuat. Kali ini soal dokumen audit internal PBNU tahun 2022 beredar.
Dalam dokumen itu mengungkap dugaan penyimpangan serius dalam pengelolaan keuangan organisasi, termasuk indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU). Audit menyebut dana sebesar Rp100 miliar, yang seharusnya digunakan untuk rangkaian HUT ke-100 PBNU dan operasional, justru masuk ke salah satu rekening Bank Mandiri atas nama PBNU.
Meski atas nama organisasi, audit menyebut rekening tersebut dikendalikan oleh Mardani H. Maming, yang saat itu menjabat Bendahara Umum PBNU. Dana Rp100 miliar itu disebut berasal dari Grup PT Batulicin Enam Sembilan milik Maming.
BERITA TERKAIT :Hingga berita ini diturunkan, Ketum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf, Ketua PBNU Dr. KH. Ahmad Fahrurrozi, dan Humas PBNU Edi KR belum memberikan tanggapan.
"Berdasarkan data yang ada diketahui bahwa dana sejumlah Rp 100 miliar yang masuk ke rekening Bank Mandiri atas nama PBNU pada tanggal 20 Juni 2022 dan 21 Juni 2022 dalam empat kali transaksi adalah berasal dari Grup PT Batulicin Enam Sembilan milik Mardani H. Maming," tulis dokumen tersebut, dikutip Rabu (26/11/2025).
Dana itu diketahui masuk hanya dua hari sebelum Mardani H. Maming diumumkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus suap izin usaha pertambangan (IUP) saat ia menjabat Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
"Pada tanggal 22 Juni 2022, Mardani H. Maming diumumkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka dugaan suap pemberian izin usaha pertambangan saat menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu," tulis audit.
Audit juga mencatat adanya aliran dana keluar dari rekening Mandiri tersebut, termasuk pengeluaran lebih dari Rp10 miliar yang dibukukan sebagai pembayaran hutang. Selain itu, terdapat transfer signifikan sepanjang Juli–November 2022 ke rekening milik Abdul Hakam, Sekretaris LPBHNU, yang saat itu aktif menjadi bagian tim pendamping hukum Maming berdasarkan memo internal Ketua Umum PBNU tanggal 22 Juni 2022.
"Ini bukan hanya menunjukkan buruknya tata kelola keuangan PBNU, melainkan juga yang lebih berbahaya berpotensi membawa institusi Nahdlatul Ulama ke dalam persoalan hukum yang sangat serius, yaitu Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," tulis dokumen tersebut.
Analisis audit dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik GPAA sebagai bahan pertimbangan Rais Aam PBNU dalam mengambil langkah organisasi. Analisis tersebut merujuk pada laporan penerimaan, pengeluaran, dan hasil audit periode 1 Januari–31 Desember 2022.
Sebelumnya beredar surat edaran PBNU yang menyatakan Yahya tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum PBNU per 26 November 2025 pukul 00.45 WIB. Surat itu merupakan tindak lanjut rapat harian Syuriyah PBNU pada 20 November, yang memintanya mundur dalam tiga hari sejak keputusan diterima.
Surat tersebut ditandatangani secara elektronik oleh Wakil Rais Aam Afifuddin Muhajir dan Katib Ahmad Tajul Mafakhir. Namun, Gus Yahya menegaskan bahwa surat edaran itu tidak sah dan menilai dirinya masih berstatus sebagai Ketua Umum PBNU.