Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Parpol Islam dan 'Kepentingan Politik Duniawi'

NS/RN | Kamis, 21 Februari 2019
Parpol Islam dan 'Kepentingan Politik Duniawi'
-

RADAR NONSTOP - Kekuatan parpol Islam ternyata tidak sekuat yang dibayangkan. Buktinya, parpol berazas Islam mencari jalannya masing-masing.

Mereka tidak pernah bisa bersatu menjadi satu kesatuan. Bahkan Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menilai partai Islam di Indonesia saat ini porak-poranda.

Din menyebut partai Islam yang ada di Tanah Air sekarang ini tidak bisa bersatu. Harusnya kata Din, sebagai negara mayoritas muslim, kekuatan parpol Islam bisa menjadi penentu.

BERITA TERKAIT :
Parpol Lain Kasak-Kusuk Menteri, Sorry Ye, Golkar Konsen Di Pilkada 2024
PAN Minta Banyak Menteri, Prabowo: Kata Orang Medan, Masuk Itu Barang 

Tapi apa mau dikata, parpol Islam tak bisa bersatu. Apa benar para elit parpol Islam lebih condong pada pragmatisme ketimbang memperkuat perjuangan untuk ummat?

"Yang saya maksudkan begini, kekuatan politik Islam formal, partai politik Islam itu sekarang porak-poranda, terutama sebagai konsekuensi logis reformasi. Tahun 1999, di awal reformasi, hampir ada 200 partai Islam oleh tim yang dipimpin Cak Nur. Verifikasi hanya 22 partai Islam dan partai yang tersisa sekarang," kata Din di kantor MUI, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (20/2/2019).

Menurut Din, partai Islam saat ini tidak bisa bersatu karena memiliki kepentingan politik yang berbeda.

"Partai yang tersisa sekarang, yang berbasis massa Islam, ini susah untuk bersatu, karena partai-partai politik Islam yang secara bersengaja ingin mendasarkan pada Islam. Porak-poranda dalam arti jalan masing-masing," jelasnya.

Mantan Ketum PP Muhammadiyah ini menuturkan, partai Islam sekarang seharusnya membentuk koalisi sendiri. Din mengimbau partai-partai Islam yang ada agar tidak terlalu mengejar kepentingan duniawi.

"Jadi terlalu berat pragmatisme dan kepentingan politik bersifat duniawi. Ini yang dari sudut kami, ormas-ormas ini sangat disayangkan," imbuhnya.

"Ya seharusnya mereka kan berkoalisi secara strategis. Apa yang menjadi wawasan Islam tentang pembangunan ekonomi, wawasan Islam tentang pembangunan kebudayaan Indonesia. Nah, mereka nggak sempat ke masing-masing, dan terutama dalam hal pencalonan presiden masing-masing sudah punya calonnya," papar Din.

Tak Pernah Juara

Daya jual parpol Islam memang tidak selaku partai berazas nasionalis. Pasca reformasi, parpol Islam tidak pernah menjadi juara.

Di Pemilu 99, Gus Dur pernah membawa PKB juara tiga di bawah PDIP. Setelah itu, tidak ada parpol Islam seperti PPP, PKS bahkan PAN hingga PBB menjadi pemenang.

Di 2004, Golkar menjadi jawara. Lalu 2009, Partai Demokrat yang memimpin. 2014, PDIP kembali memimpin.

Nah kini parpol Islam berdasarkan hasil beberapa lembaga survei juga terseok-seok. Pemenang untuk 2019 diprediksi antara PDIP dan Gerindra disusul Golkar.

Artinya partai nasionalis yang kembali mendominasi. Berdasarkan catatan redaksi, parpol Islam terseok-seok bisa saja disebabkan karena tidak mahir dalam mengelola isu-isu kebangsaan dan agamis.

Sebut soal LGBT, elit parpol Islam sering kali ketinggalan dalam menanggapi isu transgender itu. Bahkan, soal kebijakan pemerintah dalam ekonomi, sosial dan hukum.

Bukan hanya ditingkat nasional, di daerah atau politik lokal, para politisi dari fraksi partai Islam tidak sekreatif kader-kader PDIP, Gerindra dan Golkar serta Demokrat. Ke depan, pola memainkan isu-isu harus segera diubah agar mampu menjadi pundak aspirasi rakyat.