RN - Habis manis muncul pahit. Begitulah guyon warga di kawasan Pagar Laut menyikapi para penerima cuan.
Sebab usai Kejagung kini ada Bareskrim Polri yang melakukan pengusutan. Bareskrim menduga ada tindak pidana berupa pemalsuan dokumen dalam pengajuan surat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Surat Hak Milik terkait kasus pagar laut sepanjang 30,16 km di perairan Laut Tangerang, Banten.
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan dugaan itu ditemukan setelah Bareskrim Polri melakukan penyelidikan sejak 10 Januari lalu.
BERITA TERKAIT :"Dugaan sementara bahwa dalam pengajuan SHGB DAN SHM tersebut menggunakan girik-girik serta dokumen bukti kepemilikan lainnya yang diduga palsu," kata Djuhandani dalam keterangan tertulis, Jumat (31/1).
Bareskrim Polri juga menemukan dugaan tindak pidana berupa penyalahgunaan wewenang hingga tindak pidana pencucian uang terkait kasus pagar laut itu.
Ia menyebut sejumlah dugaan tindak pidana itu diduga melanggar Pasal 263, 264, 265 KUHP atau Pasal 3, 4, 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
"Sampai saat ini direktorat tindak pidana umum Bareskrim Polri masih terus melakukan proses penyelidikan secara intensif," ujar dia.
"Dengan berkoordinasi langsung kepada pihak pemerintah daerah, Kementerian ATT/BPN serta perangkatnya dan pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan," sambungnya.
Penyelidikan itu dilakukan untuk menemukan dan mendapatkan dokumen yang diduga dipalsukan dalam kasus ini.
Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid telah memerintahkan pencabutan SHGB dan SHM di area pagar laut. Ia menegaskan bahwa penerbitan sertifikat ini bermasalah dan perlu dikaji ulang.
Ia juga mencopot enam pejabat dari Kementerian ATR/BPN dan pemerintah daerah. Mereka diduga terlibat dalam penerbitan sertifikat lahan di kawasan laut tersebut.
Sebanyak 568 prajurit TNI AL juga telah dikerahkan untuk membongkar pagar laut yang telah berdiri bertahun-tahun.
Pembongkaran dilakukan karena pagar tersebut dianggap ilegal dan mengganggu aktivitas nelayan. TNI AL bersama instansi terkait dan nelayan telah membongkar pagar laut sepanjang 18,7 km per Senin (27/01). Kini pagar laut yang belum dibongkar tersisa 11,46 km dari total keseluruhan 30,16 km.
Koordinator Masyarakat Anti-korupsi (MAKI) Boyamin Saiman sebelumnya melaporkan dugaan korupsi terkait penerbitan HGB dan SHM kawasan pagar laut Tangerang ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Memasukkan surat laporan resmi atas dugaan korupsi dalam penerbitan surat kepemilikan HGB maupun SHM di lahan laut utara Tangerang yang populer yang dibangun pagar laut," kata Boyamin kepada wartawan, Kamis (30/1).
Menurut Boyamin, penerbitan HGB hingga SHM di kawasan laut Tangerang itu bisa dijerat UU Tipikor.
"Jadi dengan dasar bahwa penerbitan-penerbitan itu diduga palsu sehingga masuk kategori Pasal 9 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi," lanjutnya.
Boyamin meyakini HGB dan SHM di atas laut Tangerang itu adalah palsu. Sebab, menurut dia, sertifikat itu tidak mungkin bisa diterbitkan di tahun 2023.
"Kalau ada dasar klaim tahun 1980 tahun 1970 itu empang dan lahan artinya itu sudah musnah sudah tidak bisa diterbitkan sertifikat," ucap dia.
"Jadi kalau diterbitkan HGB dan SHM tahun 2023 padahal sejak tahun 1970 garis pantai tidak pernah bergeser, berdasarkan ahli UGM, maka ya jelas-jelas ini penerbitan HGH dan SHM yang di atas laut itu palsu," imbuhnya.
Dalam laporan itu, Boyamin turut melampirkan sejumlah barang bukti. Mulai dari dokumen hingga keterangan saksi.
Boyamin mengungkapkan dalam laporan itu pihaknya juga mencantum nama sejumlah kepala desa yang diduga terlibat dalam penerbitan sertifikat.
"Kalau terlapor itu kan oknum kepala desa di beberapa besa, bukan Kohod saja loh ya, ada di Pakuaji, di beberapa yang lain itu ada. Ada di tiga kecamatan itu, hampir seluruhnya. Ada Tronjo, Tanjungkait, Pulau Cangkir, ada beberapa oknum siapapun kepala desa atau perangkat desa yang ikut mengurus sejak tahun 2012 sampai 2022 atau 2023. itu yang ditingkat paling bawah," tutur dia.
Selain itu, Boyamin juga menduga ada keterlibatan pegawai Kecamatan hingga pegawai BPN Kabupaten Tangerang terkait penerbitan sertifikat tersebut.