Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Akriditasi Tak Jadi Syarat Mutlak Universitas, Cuma Bikin Ribet Dan Ruwet?

RN/NS | Senin, 13 Januari 2025
Akriditasi Tak Jadi Syarat Mutlak Universitas, Cuma Bikin Ribet Dan Ruwet?
Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro.
-

RN - Penjaminan mutu pendidikan tinggi cuma bikin ribet dan ruwet. Sebab akreditasi bisa membuat universitas atau kampus sulit mengembangkan perkembangan secara mandiri.

Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro merilis Surat Edaran (SE) Mendiktisaintek No 15 Tahun 2024 tentang Evaluasi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No 53 Tahun 2023. Peraturan tersebut mengatur tentang penjaminan mutu pendidikan tinggi.

Surat edaran tersebut ditujukan pada pimpinan perguruan tinggi, majelis akreditasi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), dewan eksekutif BAN-PT, pemimpin lembaga akreditasi mandiri (LAM), dan kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) se-Indonesia.

BERITA TERKAIT :
UIN Ciputat Diamuk Si Jago Merah 

"Dalam proses evaluasi tersebut, Kementerian membuka kesempatan seluas-luasnya dari pemangku kepentingan bidang pendidikan tinggi untuk memberikan masukan, saran, dan pertimbangan," tulis Satryo dalam SE.

Satryo mengatakan perihal revisi peraturan terkait akreditasi tersebut berhubungan dengan upaya mewujudkan otonomi perguruan tinggi yang saat in terhambat over-regulasi. Diharapkan, dosen ke depan menjadi lebih fokus pada pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat.

"Termasuk soal akreditasi juga, artinya kita juga akan melakukannya dan kita mulai memikirkan akreditasi tidak wajib lagi," ucapnya di Jakarta.

Sejumlah perguruan tinggi yang menggunakan peringkat akreditasinya untuk mempromosikan kampus dan prodi. Praktik ini lazim ditemukan di masa penerimaan mahasiswa baru.

Satryo menilai praktik seperti itu tidak tepat dan tidak fair bagi kampus atau prodi yang belum terakreditasi dengan peringkat akreditasi Unggul.

"Itu sebetulnya tidak tepat karena akreditasi itu tidak ada tidak paksaan, tidak wajib. Tidak boleh menggunakan peringkat," katanya.

Sementara itu, bagi yang hendak menentukan pilihan perguruan tinggi dan prodi tujuan, Satryo mengatakan calon mahasiswa dapat mencari tahu apakah kampusnya berizin secara hukum, unggul di bidangnya, dan punya program yang menarik.

"Kampus seperti apa, bagus nggak itu bidangnya, bagus nggak, menarik nggak programnya itu. Kalau menarik, bagus, ya masuk aja. Yang penting ada izinnya ya, legal-nya," jelasnya.

Untuk mengecek legalitas kampus, Satryo menyatakan pihaknya juga akan menyediakan pedoman mengenai syarat berdirinya sebuah perguruan tinggi. Calon mahasiswa dapat mengecek apakah perguruan tinggi dan prodi memenuhi persyaratan tersebut.

Kemudian, cari tahu apakah peringkat akreditasi perguruan tinggi dan prodi tersebut benar seperti yang diiklankan. Bandingkan juga kondisi di kampus dengan peringkat akreditasinya.

Kemudian, cari tahu lebih lanjut apa saja yang kampus tawarkan untuk mahasiswanya. Berangkat dari situ, calon mahasiswa dapat mempertimbangkan prodi dan kampus mana yang ia minati untuk lanjut studi ke jenjang pendidikan tinggi.

"Kalau ada semua (memenuhi syarat pendirian) ya berarti legal ya pasti, minimal. Cuma kalau baik-nggaknya, terserah dari kampusnya. Jadi, datang ke kampus. Tanya itu, ada apa sih di kampus. Belajar apa si di kampus? 'Saya mau nggak ya kuliah di sini?'," tutur Satryo.

"Ya harus begitu. Kalau (hanya berpatokan) dari yang diiklanin di koran itu, pasang spanduk di mana-mana dengan (akreditasi A), kan, iya kalau A betul, kalau nggak A betulan?" pungkasnya.