RN - BUDAYA Betawi terbukti dapat go internasional jika dikelola secara profesional dan dikemas dengan baik. Dalam rangka menyambut Jakarta sebagai kota global, budaya Betawi perlu beradaptasi dan berkembang kendati banyak yang harus dibenahi.
Duta Besar RI untuk Ekuador periode 2017-2020 Diennaryati Tjokrosuprihatono mengungkapkan hal itu saat berbicara dalam sarasehan dalam rangkaian ulang tahun ke-24 Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan di Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Sabtu (24/9). Tampil sebagai pembicara adalah Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) Beky Mardani serta Dosen Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN) Daisy Radnawati, dimoderatori jurnalis senior Lahyanto Nadie.
Dienny, sapaan Dubes, menceritakan bahwa ketika KBRI mengadakan halal bihalal bersama masyarakat Indonesia dan umat muslim Ekuador, setelah melaksanakan salat id bersama di Masjid As-salam di Quito, ia kerap menampilkan budaya Betawi. Dalam acara open house dan halal bihalal bersama masyarakat Indonesia dan sahabat Indonesia dari Ekuador di Wisma Duta itu, kisah dia, hadir sejumlah pejabat pemerintah Ekuador, pebisnis, seniman, perwakilan sahabat muslim Ekuador, serta chef ternama Ekuador. Dienny mengatakan bahwa hidangan khas yang disiapkan pun khas kuliner Betawi.
BERITA TERKAIT :“Saya orang Betawi sehingga setiap aktivitas kehidupan mengamalkan nilai-nilai Budaya Betawi,” kata Dienny yang juga menjabat Sekretaris Universitas Pancasila itu.
Menurut dia, masyarakat Indonesia dan seluruh tamu asing yang hadir menyerbu hidangan mulai dari lontong, opor ayam, rendang, sate Betawi, bakso, otak-otak, kerupuk, sampai berbagai kue-kue manis pun laris dinikmati tamu yang umumnya belum mengenal masakan khas Indonesia.
Mengikuti Tren
Sementara itu, Beky Mardani mengatakan bahwa upaya pelestarian budaya Betawi pengemasannya harus mengikuti tren, mengikuti perkembangan teknologi mutakhir, termasuk kecerdasan buatan (AI) dengan memaksimalkan peran media sosial yang menjadi pusat rujukan generasi masa kini. Tanpa menghilangkan esensi nilai-nilai yang melekat pada kebudayaan Betawi. Ketua Umum LKB itu dengan penuh semangat menyampaikan idenya dalam sarasehan bertajuk ‘Benteng Utama Budaya Betawi Siap Mendukung Jakarta sebagai Kota Global’ yang diselenggarakan di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Srengseng Sawah, Jagakarsa.
Sarasehan berlangsung di tengah kemeriahan menyambut milad (ulang tahun) Perkampungan Budaya Betawi ke-24, yang jatuh 15 September 2024 ini. Pada 15 September 2000, Gubernur Sutiyoso memulai pembangunan kawasan ini. Sarasehan mengkaji beragam wacana, konsep dan aktivitas keseharian budaya Betawi di masa kini dan masa depan. “Kampung Betawi ini memiliki empat fungsi, pelestarian, pembinaan, pemanfaatan dan pengembangan budaya Betawi. Hari ini kita syukuri, sambil terus dibenahi,” kata Beky.
Tempat Studi
Perkampungan Betawi di Srengseng Sawah, kata Beky, kini telah menjadi tempat studi budaya bagi mahasiswa yang berkampus di sekitarnya, seperti Universitas Pancasila, Universitas Indonesia, ISTN, dan lainnya, serta kawasan di ibu kota lainnya.
“Dari penelitian, 72% yang datang untuk wisata budaya,” katanya selain kunjungan anak-anak sekolah juga rutin berdatangan. “Di sini bisa dilihat, prototipe rumah Betawi pinggir, tengah, dan pesisir, ada lengkap,” kata mantan aktifis mahasiswa dan jurnalis TV swasta ini.
Merujuk pada gagasan pembangunannya, Kampung Betawi di Setu Babakan tak cuma menjadi lokasi wisata budaya melainkan juga edukasi pengembangan budaya. Dengan luas lahan 289 hektare, terdiri daratan dan air (setu) yang menyatu dengan permukiman warga, Kampung Budaya Betawi memiliki kelebihan dan kekurangan.
“Kami berharap agar warga di sekitar ini juga merasa memiliki kampung Betawi ini dan mendapat manfaat dari keberadaan kampung budaya ini,” katanya.
Merespons pada perkembangan terkini, setelah Jakarta tak lagi menjadi ibu kota, Kampung Betawi dan Setu Babakan siap menjadi ikon global, dengan menawarkan gagasan; menyelenggarakan festival budaya sebagai agenda tahunan, meningkatkan diplomasi budaya dan kolaborasi dengan seniman internasional, dan terus ‘branding’ masyarakat Betawi sebagai masyarakat terbuka dan kaya akan keberagaman. Menyadari perkembangan teknologi informasi yang efektif dan fungsional, Beky berharap Situs Perkambungan Betawi juga bisa dihadirkan secara virtual. “Supaya bisa dilihat oleh mereka yang tidak bisa datang ke sini. Ada semacam tour virtual budaya Betawi. Sarana ada, pelaku ada, tinggal action,” paparnya.
Modifikasi Elemen Betawi
Pembicara lainnya, Daisy Radnawati, pakar arsitektur lanskap dari ISTN, menyatakan terjadi disrupsi luar biasa dalam perkembangan budaya, tak hanya Betawi melainkan juga seluruh budaya tradisional di dunia global.
“Rasanya perlu diselenggarakan seminar international tentang Budaya Betawi,fokus membahas budaya Betawi. Pengaruh budaya Tionghoa, Arab yang berbaur menjadi Betawi seperti apa nantinya?” kata dia.
Wakil Rektor ISTN ini menyebut tantangan semua pihak terkait, bagaimana menjaga keseimbangan modernisasi dan menjaga tradisi. “Saya dibesarkan di Betawi, lahir dan besar di wilayah Betawi. Dulu ada tradisi warga bareng ke mushala. Sekarang, warga jalan bareng masih ada tapi sudah bukan ke musala,” kenangnya. Daisy mengaku telah menulis buku ‘Peran Batik dalam Pelestarian Budaya’ dan menawarkan desain yang menghadirkan elemen budaya Betawi di berbagai perabotan rumah, sebagai karya kreasi dan modifikasi, tanpa melanggar nilai budaya dan simbol sakral di dalamnya. Sependapat dengan Beky, Daisy menyatakan perlunya memanfaatkan dan belajar dengan AI dan dunia digital untuk mempromosikan Budaya Betawi ke kancah global. “Saya sudah coba, bikin lagu pakai AI satu menit bisa. Yang penting prompt-nya sesuai dengan khas Betawi,” katanya