RN - Klaim kalau ekonomi naik tak terbukti di lapangan. Buktinya daya beli masyarakat mulai lesu.
Banyak pedagang di pusat belanja mulai mengeluh. Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengendus indikasi penurunan daya beli kelas menengah bawah saat ini sudah terlihat.
Salah satunya, dari keluhan pedagang di pusat belanja yang penjualannya merosot.
BERITA TERKAIT :"Di pasar saja kelihatan, setiap kami melakukan survei ke pasar seperti Tanah Abang, Mangga Dua, memang keluhan disampaikan pedagang memang (penjualan) agak mulai turun. Jadi itu merupakan indikator (daya beli melemah)," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim di PIK Avenue, Jakarta Utara, Kamis (8/8).
Isy mengatakan saat ini pihaknya tengah menghitung seberapa besar penurunan daya beli masyarakat. Berbagai upaya pun dilakukan, misalnya dengan mendukung pusat perbelanjaan dan peritel memberikan potongan harga kepada konsumen.
Salahnya satunya lewat acara Indonesia Shopping Day Festival 2024 yang diselenggarakan Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI). Acara yang diselenggarakan pada 8 hingga 19 Agustus ini menghadirkan diskon hingga 79 persen.
"Dengan diskon 79 persen tentu ini akan meningkatkan daya beli konsumen khususnya menengah ke bawah. Mudah-mudahan acara ini bisa kembali menggairahkan sektor ritel," kata Isy.
Sementara itu, Ketua APPBI Alphonzus Wijaja mengatakan penurunan daya beli kelas menengah bawah terlihat dari pola belanja yang memilih barang dengan harga terjangkau.
"Dari tren belanjanya udah kelihatan. Sekarang kita melihat uang yang dipegang kelas menengah makin kecil. Makanya kenapa toko seperti Miniso, KKV, DIY, kan penjualannya luar biasa karena mereka jualnya per item harganya lebih kecil," katanya.
Ia mengatakan kelas menengah memang tetap belanja, tetapi melirik produk yang harganya lebih murah. Sementara produk yang mahal mulai ditinggalkan karena jumlah uang yang menipis.
Karena itu, peritel katanya harus mengatur strategi menghadapi pelemahan daya beli kelas menengah bawah. Ia mengatakan peritel sebaiknya tidak menjual produk harganya terlalu mahal sehingga sulit dijangkau kelas menengah bawah.
Sementara untuk pemerintah, ia berharap tidak menetapkan kebijakan yang bisa semakin menekan daya beli seperti iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN), dan asuransi kendaraan bermotor.
"Itu kan semua berpotensi menurunkan daya beli. Kita berusaha minta ke pemerintah tolong iklim usahanya jangan semakin negatif," katanya.