Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

BKKBN Soal Perempuan Lahirkan Anak Cewek, Emak-Emak: Emang Dia Tuhan  

RN/NS | Minggu, 07 Juli 2024
BKKBN Soal Perempuan Lahirkan Anak Cewek, Emak-Emak: Emang Dia Tuhan  
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo.
-

RN - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menjadi bahan bully. Emak-emak kesal dengan pernyataan Hasto soal permpuan wajib melahirkan anak perempuan. 

"Emang dia tuhan, dia pernah hamil gak," keluh Ninda warga Depok, Jawa Barat, Sabtu (6/7). 

Kata dia, kalau pemerintah mau mewajibkan keluarga ada anak perempuan harusnya punya program jelas. "Lah kita lahiran aja susah, pakai BPJS gratis tapi antre," tegas emak yang memiliki dua anak lelaki.

BERITA TERKAIT :
Sumpah Serapah Emak-Emak Saat Duit KJP Plus Belum Cair, Disdik Jakarta Kena Semprot

Begitu juga dengan Rini. Emak-emak satu anak warga Kalideres, Jakbar ini menuding BKKBN bukan cuma ngaco tapi banyak menghayal. 

Sementara Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengklaim ada kesalahan tafsir pernyataannya soal setiap keluarga untuk setidaknya memiliki satu anak perempuan.

Dia mengaku tidak pernah merasa mewajibkan setiap keluarga memiliki satu anak perempuan.

"Oh itu pelintirannya, salah. Kan saya ngomongnya enggak gitu. Saya ngomongnya, diharapkan rata-rata satu perempuan punya anak satu perempuan. Rata-rata itu artinya bukan setiap orang ya," kata Hasto ditemui di Hotel Sheraton, Sleman, DIY, Sabtu (6/7).

Sebagai gambaran, lanjut Hasto, jika di sebuah kampung tinggal sepuluh perempuan maka pada generasi berikutnya minimal ada sepuluh perempuan lagi.

BKKBN, katanya, hanya menyuarakan kewenangannya buat menjaga keseimbangan pertumbuhan penduduk.

"Rata-rata perempuan punya anak dua itu penting, bukan wajib lho, nanti dipelintir lagi, wajib punya anak dua kan celaka. Kayak kemarin (diberitakan) satu perempuan harus punya anak [perempuan], kan salah itu," dalihnya.

"Pakai rata-rata dong, rata-rata satu perempuan mestinya punya anak perempuan satu, rata-rata. Kalau depan rumah anak perempuan dua, belakang rumah enggak punya anak perempuan no problem. Jangan dipelintir ya, rata-rata," imbuh mantan bupati Kulon Progo ini.

Sebelumnya, pernyataan Hasto ramai disorot dalam beberapa waktu terakhir.

"Karena kalau anaknya dua lebih dikit, maka hampir dipastikan satu perempuan akan melahirkan anak satu perempuan," ujar Hasto kepada wartawan, Kamis (27/6).

Hasto membandingkan tren kelahiran saat ini dengan tahun 1970-an. Kala itu, rata-rata wanita dapat melahirkan 6-9 anak dalam setiap keluarga. Sementara saat ini, seorang wanita hanya melahirkan 1-2 anak.

"Jadi, selama beberapa puluh tahun terakhir ini penurunannya sangat progresif," tambah Hasto.

Ia juga menyinggung angka kelahiran atau total fertility rate (TFR) di Indonesia terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Berdasarkan pemantauan Hasto, sejumlah provinsi di Pulau Jawa memiliki angka TFR yang rendah.

"Di Jawa ini sudah 2,0 sekian ya. Tadi di Jabar sudah 2,00 sekian, di Jawa Tengah 2,04, di DIY 1,9, di DKI juga 1,89," papar Hasto.

Pesan soal anak perempuan tersebut, Hasto melanjutkan, keluar dengan menimbang kondisi jendela bonus demografi yang menjadi peluang bangsa Indonesia menuju negara maju semakin sempit.

Jika tidak ada upaya ekstra dari para pihak, peluang bonus demografi akan terlewati dan Indonesia bakal terjebak sebagai negara berpendapatan menengah.

"Jangan terlalu muda, juga jangan terlalu tua. Ingat, batas sehatnya perempuan hamil adalah 20-35 tahun, jangan terlalu sering hamil juga, jaraknya tiga tahun lah. Dan jangan terlalu banyak, 2-3 anak udah cukup," paparnya.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melihat strategi BKKBN ini realistis.

Kata dia, permasalahan berkurangnya populasi atau penduduk usia produktif dan warga lansia yang mulai mendominasi juga dirasakan sejumlah negara di berbagai belahan dunia.

Isu ini juga sudah dibicarakan pada pertemuan sekelas G7 atau G20 beberapa waktu lalu. Ancaman ini setidaknya telah membuat Produk Domestik Bruto (GDP) sejumlah negara tak mampu tumbuh di atas 4 persen per tahun.