RADAR NONSTOP - Statement Joko Widodo (petahana) bahwa dirinya tak pakai duit saat memenangi Pilkada DKI 2012 menjadi sorotan banyak pihak. Lalu benarkah pernyataan itu? jujur kah Jokowi?
"Taufik sebagai orang nomor satu di DPD Gerindra DKI Jakarta tahu persis kemana saja uang dari Hashim Djoyohadikusumo (adik Prabowo Subianto) mengalir, karena selain saat itu dia menjadi bagian dari Timses pasangan Jokowi-Ahok, juga karena DPD Gerindra ikut menerima aliran dana dari Hasyim untuk pemenangan kedua pasangan itu," kata Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah di Jakarta, Jumat (25/1/2019).
Dari data yang dibeberkan Amir diketahui kalau dari dana sebesar Rp52 miliar lebih yang digelontorkan Hashim untuk memenangkan Jokowi-Ahok pada Pilkada Jakarta 2012, DPD Gerinda DKI Jakarta mendapatkan Rp2.767.200.000 untuk dana saksi di TPS.
BERITA TERKAIT :Dana itu diterima pada 9 Juli 2012 sebesar Rp1.383.600 dan pada 10 Juli 2012 dalam jumlah yang sama. Tanda terima ditandatangani Sekretaris DPD Gerindra DKI, Husni Thamrin.
Selain DPD Gerindra DKI, dana Hashim juga mengalir ke DPD PDIP DKI Jakarta sebesar Rp1.439.100.000 pada 7 Juli 2012 untuk dana saksi di TPS. Tanda terima diteken Djarot Saiful Hidayat.
Dana itu juga mengalir ke Cyrus Network, lembaga survei yang jasanya digunakan Timses Jokowi-Ahok untuk membuat survei yang mempengaruhi opini publik. Jumlahnya mencapai Rp5 miliar. Dana diterima pada 25 Juli 2012, dan tanda terima diteken Direktur Eksekutif Cyrus Network, Hasan Nasbi.
Dari data yang dipaparkan Amir, yang ia dapat dari hasil investigasi dalam beberapa hari terakhir, juga diketahui kalau saat Pilkada Jakarta 2012, Jokowi-Ahok membuka rekening bank untuk menampung dana dari Hashim yang digelontorkan melalui perusahaan-perusahaan yang berada dalam jaringan perusahaannya.
Rekening tersebut bernomor 5265215588. Pada 11 September 2012, rekening atas nama Jokowi-Basuki Tjahaja itu menerima transfer sebesar Rp350 juta.
"Dalam UU Pemilu memang ada ketentuan bahwa perusahaan tak boleh menyumbang lebih dari Rp350 juta. Maka oleh Hashim ada beberapa perusahaan yang digunakan untuk mentransfer uang ke rekening Jokowi-Ahok dengan besar masing-masing Rp350 juta," jelasnya.
Ketua Budgeting Metropolitan Watch (BMW) ini mengakui, apa yang dilakukan Hashim, termasuk ketika memberikan uang ke Gerindra, bukanlah pidana.
"Karena itu saya sesalkan mengapa Taufik tidak langsung menanggapi pernyataan Jokowi yang disampaikan saat debat Pilpres. Bahkan saat dialog di Seknas Prabowo-Sandi pada Selasa (22/1/2019) kemarin, yang memgungkap bahwa pernyataan Jokowi itu bohong, juga bukan Taufik. Padahal dia tahu semuanya," tegas Amir
Ketika ditanya apa kira-kira yang membuat Taufik seperti itu? Amir menjawab tak tahu. “Dia pasti punya alasan, tapi apakah alasan itu, saya tidak tahu," tegasnya.
Meski demikian Amir mengakui kalau kebohongan Jokowi itu dapat menjadi faktor yang membuat elektabilitas petahana di Pilpres 2019 itu rontok, setelah kegagalan memenuhi janji-janjinya pada kampanye Pilpres 2014, dan kebijakannya yang cenderung anti-Islam.
Ia bahkan yakin Jokowi akan kalah dari Prabowo di Pilpres tahun ini.
"Sampai hari ini, dari data survei di Facebook, Twitter, dan Instagram, elektabilitas Jokowi terus turun, sedang elektabilitas Prabowo terus naik dan sudah menyentuh 50,48%," katanya.
Seperti diketahui, saat debat Pilpres I Jokowi didesak Prabowo untuk menjelaskan langkah konkret, praktis dan segera untuk mengatasi maraknya politik berbiaya tinggi yang menimbulkan perilaku korupsi.
Di antara yang dikatakan Jokowi adalah rekrutmen yang berbasis kompetensi. Dia mencontohkan saat menjadi Cagub DKI Jakarta.
"Saya tidak mengeluarkan uang sama sekali. Pak prabowo tahu mengenai itu. Ketua-ketua partai tahu itu. Memang ini membutuhkan proses panjang," katanya.
Pernyataan Jokowi itu kontan memicu bantahan dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi karena dianggap tidak betul.
Anggota Direktorat Komunikasi dan Media BPN, Nicholay, mengatakan, Jokowi meminta uang kepada Hashim untuk Pilgub DKI.
Nico, panggilan karib Nicholay, lalu menceritakan kronologis perkenalan Jokowi dengan Hashim.
"Jadi begini, tahun 2008 Jokowi waktu itu dia mengundang saya ke Loji Gandrung (rumah jabatan Wali Kota Solo). Kemudian bicara-bicara. Terus dia minta supaya diperkenalkan dengan Pak Hashim," kata Nico di Media Center BPN, Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (17/1/2019).
Nico kemudian memperkenalkan Jokowi kepada Hashim. Pertemuan digelar juga di Loji Gandrung.
"Dalam pembicaraan, Jokowi memaparkan keberhasilan di Solo, memindahkan pasar tanpa Satpol PP secara manusiawi memakai tumpengan dan sebagainya," ujar Nico.
Menurut Nico, Hashim langsung tertarik. Dari penuturannya, Jokowi menyatakan ke Hashim bahwa dia ingin menjadi gubernur.
"Nah, Pak Hashim ini kan sosialismenya tinggi, sosialnya tinggi, akhirnya langsung tertarik. Setelah itu dia (Jokowi) menyatakan punya keinginan untuk menjadi gubernur. Waktu itu kami berpendapat, ketika dia punya masalah dengan Bibit Waluyo, Gubernur Jateng waktu itu, waktu itu Jokowi Wali Kota (Solo) yang kedua, maka kami ingin menjadikan Jokowi itu sebagai Gubernur Jateng," terang Nico.
Namun Jokowi meminta untuk bisa mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI. Singkat cerita, akhirnya Hashim membawa Jokowi ke Prabowo, kemudian Ketum Gerindra itu membawa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Keduanya lalu diusung oleh Gerindra dan PDIP.
Dalam prosesnya, Nico menyebut Jokowi menyatakan tidak punya apa-apa. Menurut Nico, tak ada juga satu pun pengusaha yang mau memberi modal pencalonan Jokowi.
"Ketika itu Jokowi menyatakan dia tidak punya apa-apa dan tidak punya siapa-siapa. Dan memang tidak ada satu pun pengusaha mana pun, baik pengusaha pribumi maupun pengusaha nonpribumi, yang mau mendukung Jokowi, sehingga Pak Hashim mengambil alih semuanya itu," ucap Nico.
Pada 2 Juni 2014, di sela-sela acara diskusi bertema 'Gereja Mendengar Visi-Misi Capres 2014' yang digelar Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) di Jakarta, Hasyim sempat mengatakan kepada pers bahwa sekitar 90% biaya kampanye Jokowi-Ahok pada Pilkada DKI Jakarta 2012, berasal dari dirinya.
"Yang biayai kendaraan kampanye Jokowi itu saya 90%. Saya hitung Rp52,5 miliar keluar dari kocek saya," kata Hashim kala itu