RN - Permohonan uji materi UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) khususnya terkait usia capres/cawapres kembali digugat oleh masyarakat.
Kali ini diajukan oleh Rudy Hartono, seorang Advokat, warga Malang, Jawa Timur. Sejumlah argumentasi disuguhkan dalam permohonan uji materi yang fokus pada norma Pasal 169 huruf q UU No 7 Tahun 2017.
Permohonan uji materi Pasal 169 huruf q UU No 7 tahun 2017 yang diajukan oleh Rudy Hartono dititiktekankan pada konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) atas norma yang mensyaratkan batas minimal capres/cawapres di usia 40 tahun.
BERITA TERKAIT :“Artinya, norma tentang capres/cawapres paling rendah usia 40 tahun harus ditafsirkan pula dengan keberadaan norma pembatasan usia maksimal capres/cawapres dengan frasa “usia paling tinggi 70 tahun” sebagai bagian tak terpisahkan dari persyaratan menjadi calon presiden dan wakil presiden.,” sebut Rudy dalam permohonan gugatan di MK yang diajukan apda Jumat (18/8/2023).
Rudy menyebutkan sejumlah argumentasi dalam permohonannya tersebut didasari dengan landasan yuridis, sosiologis dan filosofis. Menurut dia, posisi Presiden dalam sistem presidensial mengondisikan kedudukan presiden sosok yang sentral baik sebagai kepala negara (head of state) maupun sebagai kepala pemerintahan (head of executive). “Pengaturan mengenai batas minimal dan batas maksimal usia capres merupakan pengejawantahan dari syarat konstitusional calon presiden sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 “mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden”,” tambah Rudy.
Dia menyebutkan pengaturan batas usia minimal dan maksimal capres/cawapres harus dibaca dalam sudut pandang konstitusional yakni kemampuan rohani dan kemampuan jasmani yang dikaitkan dengan tugas dan kewajiban Presiden dan Wakil Presiden. Dia menegaskan norma batas minimal dan maksimal capres/cawapres memiliki makna penting sebagai syarat normatif yang harus terpenuhi oleh Presiden dan Wakil Presiden. “Frasa “mampu secara jasmani dan rohani” semestinya tidak sekadar diatur dalam hal batas minimal usia capres/cawapres, tetapi juga diatur batas maksimal usia capres/cawapres. Karena dalam kenyataannya, kemampuan jasmani dan rohani dipengaruhi oleh kematangan usia (batas usia minimal) serta masa usia produktif seseorang (batas usia maksimal),” tegas Rudy.
Di samping itu, Rudy menguraikan sejumlah fakta sejarah bahwa presiden Republik Indonesia saaat awal menjabat tidak pernah berada di usia 70 tahun ke atas. Dia menguraikan Presiden Soekarno awal menjadi presiden di usia 44 tahun, Soeharto 46 tahun, BJ Habibie 62 tahun, KH Abdurrahman Wahid 59 tahun, Megawato 54 tahun, SBY 55 tahun, Jokowi 53 tahun. “Apalagi bila merujuk indikator yang dirilis Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa life expectancy of birth atau angka harapan hidup saat lahir masyarakat Indonesia pada tahun 2022 berada di angka 68,25 tahun. Artinya, kemampuan jasmani dan rohani penduduk Indonesia rata-rata di usia 68,25 tahun,” ungkap Rudy
Dia juga menegaskan pembatasan usia maksimal capres/cawapres semata-mata dimaksudkan untuk mengukuhkan sistem presidensial yang direpresentasikan dengan keberadaan presiden dan wakil presiden yang mampu jasmani dan rohani dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan kenegaraan. Rudy mengklaim, pembatasan ini sama sekali tidak melanggar prinsip hak asasi manusia (HAM). “Pengaturan mengenai batas maksimal capres/cawapres tidak masuk kategori tindakan diskriminatif. Sebagaimana dalam Pasal 2 International Convenant on Civil on Political Rights,” tandas Rudy.