RN - Airlangga Hartarto hingga kini belum jelas. Sebagai bos partai besar, harusnya Menko Perekonomian ini sudah punya titik terang soal posisi di 2024.
Tapi hingga kini Airlangga belum jelas. Namanya yang awal digadang sebagai capres kini meredup. Apesnya, lagi Airlangga juga tidak moncer seperti Sandiaga Uno, Erick Thohir atau AHY sebagai cawapres.
Peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby, menyebut, Partai Golkar bisa memanfaatkan peluang dari koalisi yang sudah mengusung bakal calon presiden (capres) masing-masing. Adjie mengaku saat ini sudah ada tiga nama bakal capres yang dimunculkan.
BERITA TERKAIT :Pertama, Ganjar Pranowo yang diusung PDIP dan PPP. Dua, Prabowo Subianto yang diusung Gerindra dan PKB, dan ketiga Anies Baswedan yang diusung Nasdem, Demokrat, dan PKS. Adjie mengaku ada beberapa pilihan yang bisa dimaksimalkan Golkar sebagai partai pemenang kedua Pemilu 2019. Pertama, Golkar bisa menawarkan ketua umumnya, Airlangga Hartarto sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto.
Pada pilihan pertama ini, Airlangga akan bersaing keras dengan Erick Thohir dan kandidat bakal cawapres lainnya. Pemilihan bakal cawapres Prabowo ini juga masih membutuhkan kesepakatan dengan Ketum PKB Muhaimin Iskandar.
Pilihan kedua, partai berlambang pohon beringin membenttuk poros keempat dalam Pilpres 2024. Poros keempat ini bisa dibentuk dengan menggandeng PAN. Dalam poros keempat ini, Airlangga Hartarto bisa diajukan sebagai capres dan Zulkifli Hasan sebagai cawapres.
Menurut Adjie, poros keempat masih mungkin terjadi jika PAN gagal mempromosikan Erick Thohir sebagai cawapres Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto dan Airlangga Hartarto gagal jadi cawapres siapapun.
“Tapi bukankah poros keempat ini akan dikalahkan? Itu sudah diperhitungkan dengan harapan Pilpres 2024 berlangsung dua putaran. Walau kalah di putaran pertama, poros keempat akan ikut yang potensial menang di putaran kedua. Mereka tetap bisa ikut perahu pasangan capres lain di putaran kedua,” kata Adjie Alfaraby dalam keterangan hasil survei nasional LSI Denny JA di Jakarta, Senin (19/6/2023).
Pilihan ketiga, Airlangga Hartarto tak menjadi capres atau cawapres, tapi akan memperoleh posisi penting dalam kabinet capres terpilih. Airlangga akan seperti posisi Luhut Binsar Panjaitan di era Presiden Jokowi. “Kelebihan Airlangga Hartarto membawa Partai Golkar, pengalaman di pemerintahan, sumber dana, dan kekuatan yang jarang dimiliki cawapres lain,” ujarnya.
Adji menuturkan, PDIP sudah memiliki dukungan cukup untuk mencalonkan pasangan capres dan cawapres. Menurut Adjie, dalam tradisinya, PDIP cenderung memilih cawapres dari tokoh NU yang merepresentasikan Islam. Meskipun, cawapres Ganjar Pranowo sepenuhnya tergantung pada Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
Sementara, bagi Koalisi Perubahan, kata Adji, posisi cawapres Anies Baswedan yang dipilih adalah untuk menjaga agar Partai Nasdem, PKS, dan Partai Demokrat tidak pecah. Nama cawapres yang beredar adalah Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Khofifah Indar Parawansa atau tokoh lainnya yang bisa diterima oleh semua partai Koalisi Perubahan.
Di sisi lain, koalisi pendukung Prabowo Subianto memiliki persoalan sendiri. Sebab, Prabowo tetap perlu cawapres dari partai yang membawa tiket. Adjie menyebut Prabowo Subianto bisa menggandeng Airlangga Hartarto yang menjadi pemegang tiket Partai Golkar. Selain itu, Prabowo juga bisa menggandeng Menteri BUMN, Erick Thohir, yang membawa dukungan PAN, atau Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, yang juga membawa tiket dan paling awal bersama Prabowo.
Riset LSI Denny JA dilaksanakan pada 30 Mei hingga 12 Juni 2023 melibatkan 1.200 responden di seluruh Indonesia. Mrgin of error riset ini sekitar 2,9 persen.