RN - Lama tertidur, kelompok aktivis 98 terbangun. Rabu (5/4/2023), mereka menggelar Diskusi Konsolidasi Demokrasi Aktivis 98.
Di Mako Coffee, Jakarta Selatan, para aktivis galau dengan adanya isu penundaan pemilu yang makin santer.
Satyo Purwanto dari elen mahasiswa FIS mengatakan bahwa aktor-aktor politik yang masih menggaungkan tentang penundaan Pemilu menunjukkan bahwa mereka ada dalam satu orkestra.
BERITA TERKAIT :“Penundaan pemilu adalah bagian dari strategi rezim untuk bertahan dalam kekuasaannya,” ujarnya.
Aktivis jebolan Universitas Mercu Buana (UMB) ini menilai bahwa rezim sekarang adalah rezim gemar bikin Perppu. Semua yang dianggap mengganggu kekuasaan politik rezim, pasti diterbitkan perpu.
“Seperti KPK, Corona, Ciptaker. Dikhawatirkan akan muncul tiba-tiba perppu penundaan Pemilu,” papar pria yang biasa disapa Komeng ini.
Terkait kualitas demokrasi yang ada saat ini, Komeng menilai demokrasi jauh dari demokrasi yang berkualitas.
“Walau klaimnya adalah demokrasi Pancasila. Karena tanpa ada keadilan, demokrasi tidak bermanfaat,” tegas Komeng.
Selain Komeng ada Dandhi Mahendra (FKSMJ). “Korupsi merajalela, kekerasan berlangsung dimana-mana, dan penguasa tidak menunjukan ketauladanan sebagai cermin budaya bangsa,” kata Dandhi.
Lalu, Niko Adrian dari Forkot. "Pendukung penundaan pemilu menyatakan sebelumnya ada preseden penundaan pemilu, yang diatur dalam TAP MPR. Namun faktanya, 1977 bukan penundaan karena memang belum diatur Pemilu adalah 5 tahun sekali," ucapnya.
Satu-satunya alasan untuk penundaan pemilu, lanjut Niko, adalah jika ada kondisi kerusuhan atau bencana alam atau SOB.
“Upaya menciptakan kerusuhan ini yang harus kita waspadai bersama agar bisa dicegah sehingga tidak ada alasan untuk menunda pemilu,” tegas Niko.
Sementara Uchok Sky Khadafi dari Famred menyatakan bahwa negara saat ini sedang krisis finansial, sehingga bisa menjadi alasan untuk dilakukan penundaan pemilu.
“Cadangan devisa negara kita saat ini sedang mengalami krisis, dimana hanya memiliki cadangan 100 T. Dan ini akan sangat berpotensi terjadinya krisis finansial yang berdampak pada krisis politik,” jelas Uchok.