Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Gantikan Pemimpin Tak Bisa Kerja, Heru Jadi Tukang Cuci Piring, Terlebih Dalam Kasus Formula E

CR | Senin, 03 Januari 2022
Gantikan Pemimpin Tak Bisa Kerja, Heru Jadi Tukang Cuci Piring, Terlebih Dalam Kasus Formula E
-Net
-

RN - Menggantikan pemimpin yang tidak bisa kerja, menjadikan Pj Gubernur Heru Budi Hartono menjadi ‘tukang cuci piring’ dalam banyak persoalan di Jakarta. Khususnya dalam kasus Formula E.

“Lha, resiko menggantikan pemimpin yang gak bisa kerja. Ya, jadi tukang cuci piring. Itulah yg dialami Heru sekarang,” ujar penggiat media sosial, Eko Kuntadhi, hari ini.

Dalam kasus Formula E, lanjut Eko, Heru juga serba salah. Kontrak sudah terlanjur dibuat untuk beberapa tahun kegiatan. Duit sudah keluar. Sementara laporan keuangan belum jelas. 

BERITA TERKAIT :
Jakpro Nyerah Soal Formula E, Iwan Takwin Lempar Handuk?
Bek Liverpool Jadi Bos Tim F1

“Heru serba salah. Kalau ternyata proyek itu gak membawa manfaat buat rakyat DKI, dia akhirnya bingung. Mau dihentikan duit sudah keluar. Mau diteruskan dia harus keluarkan biaya lagi. Serba salah kan,” cetus Eko.

Eko lantas menegaskan, kalau ada indikasi penyelewengan, maka harus dilanjutkan prosesnya oleh KPK. Biar orang tidak bertanya -  tanya terus sejauh mana kasus ini dikerjakan.

Menurut Eko, bukti kerugian negara dengan Commitmen Fee 560 M dalam perhelatan Formula E sudah sangat jelas. Meskipun alat buktinya susah ditracking, karena dibayarkan ke pihak asing.

“Itu jelas banget kan? Uang segitu untuk kegiatan beberapa tahun. Sementara Anies sdh gak menjabat mulai oktober 2022,” jelas Eko.

Terkait adanya intervensi agar kasus Formula E jalan ditempat, Eko mengatakan tidak tahu. Tapi menurutnya, kalau memang mau dikejar serius, mestinya dapat alat buktinya.

Eko juga mempertanyakan, apakah pembayaran Commitmen Fee 560 M dilakukan atas persetujuan DPRD atau belum?

“Kalau dibayarkan dulu, persetujuan DPRD dimintakan setelahnya. Ya, itu jelas dong pelanggaran,” pungkas Eko.