RN - Pendukung Ukraina, Amerika Serikat (AS) kabarnya melunak. AS dikabarkan diam-diam meminta Ukraina melakukan negosiasi dengan Rusia.
Gedung Putih juga meminta Ukraina membatalkan persyaratannya yakni ingin bernegosiasi dengan Moskow apabila Presiden Rusia Vladimir Putin lengser.
Dalam laporan Washington Post pada Sabtu (5/11), disebutkan bahwa permintaan itu bukan ditujukan untuk mendorong Kyiv ke meja perundingan bersama Rusia, melainkan untuk memastikan Ukraina tetap mendapat dukungan dari negara-negara yang khawatir perang semakin meluas.
BERITA TERKAIT :Para pejabat AS disebut mengakui Putin saat ini tidak bisa diajak bernegosiasi. Kendati demikian, pernyataan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky soal tak ingin bicara dengan Putin membuat sejumlah negara seperti Eropa, Afrika, dan Amerika Latin khawatir perang akan semakin berimbas pada ketersediaan bahan pangan dan bahan bakar dunia.
"Kelelahan Ukraina adalah hal yang nyata bagi beberapa mitra kami," kata seorang pejabat yang tidak ingin disebutkan namanya, seperti dikutip Washington Post melalui Reuters, Minggu (6/11).
Laporan itu juga menyebut bahwa pemerintahan Biden kini dalam posisi sulit terkait masalah di Ukraina. Meski begitu, para pejabat berkomitmen bahwa AS akan tetap mendukung Kyiv dan memberikan bantuan yang memadai.
Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih sejauh ini tak memberikan tanggapan apapun atas laporan tersebut. Sementara, juru bicara Departemen Luar Negeri menyatakan pihaknya berulang kali mendesak Rusia untuk menghentikan serangan dan menarik pasukan jika ingin bernegosiasi.
"Kami telah mengatakan sebelumnya dan akan mengatakannya lagi: Tindakan berbicara lebih keras daripada kata-kata (re: apa yang seseorang lakukan itu jauh lebih penting ketimbang apa yang orang itu katakan). Jika Rusia siap untuk bernegosiasi, Rusia harus menghentikan bom dan misilnya serta menarik pasukannya dari Ukraina," kata juru bicara departemen tersebut.
Ia juga menyampaikan Kremlin selama ini tak terlihat ingin melakukan negosiasi. Sebab, negara itu justru terus menerus meningkatkan intensitas perang di Ukraina.
"Kremlin terus meningkatkan perang ini. Kremlin telah menunjukkan keengganannya untuk secara serius terlibat dalam negosiasi bahkan sebelum meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina," ucapnya.
Di sisi lain, dalam pidatonya pada Jumat (4/11), Zelensky sempat menyatakan siap untuk melakukan perdamaian. Menurut sang Presiden, perdamaian merupakan hal yang selama ini telah ia suarakan.
"Kamis siap untuk perdamaian, untuk perdamaian yang adil, sebuah formula yang telah kami suarakan berkali-kali," ujar Zelensky.
Koalisi Rusia
Putin memang dikenal sebagai Presiden yang jago melobi. Melunaknya AS diduga karena Putin mampu menyatukan koalisinya dengan solid.
Sebut saja, China dan Korea Utara serta Iran. Korea Utara misalnya memutuskan menjalin relasi yang lebih kuat dengan Rusia. Kehangatan mereka tampak saat Putin bicara ke Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bakal memperluas hubungan bilateral.
Putin juga sempat mengirim surat untuk Kim. Dia menggarisbawahi kedekatan kedua negara merupakan kepentingan nasional keduanya, termasuk membantu memperkuat keamanan dan stabilitas Semenanjung Korea.
Korut bahkan disebut memasok senjata ke Rusia demi mencapai tujuan mereka.
China juga menjadi salah satu sekutu kuat Rusia di Asia. Kedua negara ini saling dukung dalam mitra strategis. Sebelum Putin menginvasi Ukraina, ia dan Presiden China XI Jinping menegaskan kemitraan kedua negara tak punya batasan.
Mereka juga sepakat memperdalam kerja sama China dan Rusia dari berbagai aspek. Kedua pemimpin it juga memiliki hubungan yang dekat. Tercatat, Xi sudah bertemu Putin 40 kali sejak 2012.
China juga menjadi negara yang tak mengecam invasi Rusia di Ukraina dan tak melancarkan sanksi ke pemerintahan Moskow.
Iran dan Rusia juga dilaporkan semakin hangat. Beberapa intelijen menyatakan Moskow mendekati Teheran untuk memperoleh senjata.
Belakangan, Iran disebut mengirim drone kamikaze dan peralatan lain ke Rusia. Pesawat tak berawak itu digunakan untuk menyerang pasukan Ukraina.
Amerika Serikat juga menilai Iran mengirim pasukan untuk membantu Rusia menggunakan drone buatan Teheran.