Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co
Diungkap Ekonom Faisal Basri

"Freeport Ini Punya Indonesia, Kok Dibeli, kan Goblok"

Agus Supriyanto | Sabtu, 22 Desember 2018
Faisal Basri
-

RADAR NONSTOP-Ekonom Faisal Basri mengkritik keras pemerintah soal Freeport. Harusnya, Indonesia tidak perlu membeli Freeport karena milik sendiri.

"Ini Freeport punya Indonesia, nih, dibeli. Kan goblok," ungkap Faisal saat ditemui wartawan di Kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (21/12/2018).

Menurut ekonom asal Universitas Indonesia (UI) ini, ia mengaku sedih sebab area tambang yang dikelola Freeport sejak awal adalah milik Indonesia dan tidak pernah menjadi kepunyaan asing. Tidak ada yang lebih konyol daripada membeli milik sendiri, cetusnya.

BERITA TERKAIT :
Jokowi Dapat Bisikan Mau Digulingkan, Curhat Jelang Masa Jabatan Berakhir
Freeport 'Papa Minta Saham' Heboh Lagi, Eks Menteri ESDM Ngaku Dimarahi Jokowi 

Apa yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah atas pembelian 51 persen saham itu adalah "kepentingan nasional". Pemerintah sering mengkaitkan kepemilikan mayoritas saham Freeport dengan kedaulatan Indonesia.

Bagi Faisal, pembelian ini sama sekali tidak bisa dikaitkan dengan itu. "Katanya gara-gara 51 persen Indonesia berdaulat. Kedaulatan itu bukan ditentukan persentase. Indonesia tetap berdaulat terhadap Freeport. Karena apa? Aturan-aturan terkait kita buat, royalti berapa, pajak berapa, itu kedaulatan," tandasnya.

Apalagi, terang Faisal, hutang yang digunakan untuk membiayai transaksi tersebut banyak dari penerbitan obligasi global (global bond) dengan nilai yang sangat besar. Totalnya mencapai 4 miliar dolar AS atau sekitar Rp 55,8 triliun.

Jelasnya, risiko hutang dalam bentuk global bond lebih besar daripada pinjaman multilateral/bilateral. Soalnya, hang lewat multilateral/bilateral bunganya lebih kecil.

"Pembayaran pun bisa direstrukturisasi jika ada potensi gagal bayar. Kalau pinjam di global bond, maka itu pinjam ke pasar. Pinjam ke pasar itu tidak ada negosiasi macam-macam. Kalau asing itu punya sentimen negatif terhadap Indonesia, dia jual besoknya. Harganya hncur. Mampus kita," ucapnya.

Diketahui, akuisisi 51,23 persen saham PT Freeport Indonesia selesai setelah negosiasi alot berbulan-bulan. Perusahaan pelat merah resmi menguasai mayoritas saham perusahaan tambang asal Amerika itu.

Masyarakat Papua juga diklaim akan menerima 10 persen dari total saham yang diakuisisi tersebut. Joko Widodo berharap dengan kesepakatan ini, pendapatan negara bertambah baik dari sektor pajak maupun non-pajak.

Kepemilikan 51,23 persen saham tersebut nantinya akan terbagi dengan komposisi 41,23 persen untuk Inalum dan 10 persen lainnya untuk Pemda Papua. Saham Pemda Papua akan dikelola perusahaan khusus, yaitu PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPPM).

Sementara, komposisi kepemilikan saham PT IPPM ialah 60 persen milik Inalum dan 40 persen untuk BUMD Papua. Meski kesepakatan disambut suka cita oleh pemerintah, ekonom senior dari Universitas Indonesia Faisal Basri menilai, langkah ini patut dikritisi.