RN - Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah menyarankan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjelaskan adanya niat jahat (mens rea) dan actus reus (perbuatan) yang dapat dipidana (strafbaarheid) dalam penyelenggaraan Formula E, seperti yang dilontarkan perancang UU KPK yakni Prof Romli Atmasasmita.
“Mens rea itukan menjadi awal dari penemuan tindak pidana. Masalahnya dimana? KPK sudah menemukan mens rea itu. Apakah pada tataran perumusan kebijakan ataukah pada tataran operasional kebijakan. Itulah yang harus dijelaskan oleh KPK ke publik,” tegas Amir, hari ini.
Saat ini yang diperlukan masyarakat, Amir melanjutkan, adalah penjelasan yang tegas dari KPK tentang apakah sudah ditemukan bukti adanya tindak pidana korupsi atau belum ditemukannya bukti tindak pidana korupsi tersebut.
BERITA TERKAIT :“Apabila belum ditemukan, apakah KPK mau melanjutkan penyelidikan atau menghentikan penyelidikan dan menyatakan perkara tersebut ditutup?,” kata Amir.
Dengan demikian, menurut Amir, maka persoalan Formula E ini tidak perlu dikaitkan dengan masalah politik terutama yang berkaitan dengan sikap politik Partai Nasdem yang telah menetapkan Anies sebagai Capres mereka.
“Apalagi pencapresan tersebut masih berkembang sebagai cerita Abunawas karena pengumuman pencapresannya sekalipun dihiasi wacana restorasi namun masih menabrak pagar – pagar konstitusi,” sebut Amir lagi.
Kata Amir, perlu membedakan antara kasus Formula E dengan realitas politik yang sedang berlangsung khususnya yang berkaitan dengan pencapresan Anies oleh Nasdem.
“Jadi, soal wacana yang berkembang KPK mengkriminalisasi atau menjegal Anies, KPK sendiri sudah jelaskan KPK akan terus melanjutkan penyelidikan Formula E,” tandas Amir.
Gagal Intervensi, Saut & BW Bangun Opini Jegal KPK! Fernando: Jangan Sok Tahu Lebih Pintar dari Pimpinan KPK
Sementara itu, Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas angkat bicara adanya kelompok pembela kasus dugaan korupsi Formula E yang menyeret nama Anies Baswedan. Seperti bekas pimpinan KPK Saut Situmorang dan Bambang Widjojanto (BW).
"Sah-sah saja siapa saja yang ingin membela Anies berkaitan dengan kasus Formula E yang sedang diselidiki oleh KPK. Apa yang disampaikan Saut Situmorang berdasarkan apa yang dia pahami mengenai undang-undang tipikor namun pihak penyelidik KPK dan pimpinan KPK juga memiliki pandangan hukum yang mungkin berbeda dengannya. Jadi sebaiknya Saut Situmorang biarkan saja KPK secara leluasa melakukan penyelidikan terhadap Formula E dan keterlibatan Anies Baswedan dalam kasus tersebut," tutur Fernando Emas.
Menurutnya, yang memiliki alat bukti dan keterangan para saksi kasus Formula E adalah KPK bukan Saut Situmorang sehingga tidak mendasar kalau Saut Situmorang membuat kesimpulan dan membangun opini seolah-olah bahwa tidak ada kerugian negara dalam penyelenggaran Formula E.
"Jangan sampai nanti kasus Formula E ditingkatkan ketahap penyidikan dan Anies ditetapkan sebagai tersangka dianggap kriminalisasi dan tidak murni persoalan hukum akibat pernyataan Saut Situmorang tersebut," ujarnya.
Sebaiknya, kata dia, Saut Situmorang bergabung saja dengan tim hukum untuk membela Anies Baswedan. Agar kasus penyelenggaraan Formula E yang ditangani KPK berjalan sesuai yang diharapkan.
"Jangan sampai pernyataan Saut Situmorang dianggap sebagai salah satu bentuk intervensi yang ingin mempengaruhi keputusan KPK mengenai Formula melalui pembentukan opini," beber Fernando Emas lagi.
Selain itu, kata dia, Fernando Emas melihat apa yang dilakukan oleh BW, Saut Situmorang dan juga Novel Baswedan bentuk upaya intervensi terhadap KPK melalui pembangunan opini. Justru karena mereka bekas dari pimpinan KPK dan juga penyidik KPK patut dicurigai ingin melakukan intervensi.
"Mungkin karena sudah dilakukan upaya melakukan pendekatan ke penyelidik tidak berhasil maka dilakukan melalui penggiringan opini. Karena mereka sebaiknya jangan sok lebih tahu dan lebih pintar dari pimpinan dan penyelidik KPK saat ini," sebutnya.
"Pimpinan dan penyelidik KPK pasti sangat mengerti UU dan juga SOP yang berlaku, jadi jangan seolah seperti ingin mengajari karena pernah menjadi bahagian dari lembaga anti rasuah tersebut," pungkasnya.
Untuk diketahui, Formula menyedot anggaran Rp560 Milyar. Formula E disinyalir memiliki dugaan penyimpangan korupsi khususnya yang menyangkut comitment fee Rp90 Milyar. Utang pembayaran komitmen fee harus dibayar hingga 2024.
Selain itu, untuk merealisasikan program Formula E, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga mengajukan pinjaman ke Bank DKI sebesar Rp180 Milyar atas perintah Gubernur DKI Jakarta.