Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Modal Maju Pilkada Sempai 150 Miliar, Kalau Jadi Pj Gubernur DKI Berapa Ya?

RN/NS | Sabtu, 17 September 2022
Modal Maju Pilkada Sempai 150 Miliar, Kalau Jadi Pj Gubernur DKI Berapa Ya?
Ilustrasi
-

RN - KPK menyebut modal untuk menang sebagai kepala daerah di pilkada bisa tembus Rp 150 miliar. Dana itu tergantung daerah mana apakah tingkat kota, kabupaten atau provinsi.

Jika daerah tajir tentunya biaya yang dikeluarkan makin besar. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengungkap calon kepala daerah yang ingin mengikuti pemilihan umum (pemilu) harus menyediakan modal yang banyak. Nilai itu disebut mulai dari puluhan hingga ratusan miliar, tergantung daerah pemilihan.

"Versinya Kemendagri modalnya adalah untuk kabupaten atau kota yang pinggiran Rp 30-50 miliar. Di atas, itu yang menengah Rp 50-100 miliar, untuk yang metro sudah di atas Rp 150 miliar," kata Ghufron kepada wartawan, Jumat (16/9/2022).

BERITA TERKAIT :
Prabowo-Gibran Belum Dilantik, KPK Udah Ribut Soal Makan Siang Gratis 
Jago PAN Untuk Gubernur Jabar, Lebih Kuat Dessy Ratnasari Ketimbang Eks Wali Kota Bogor Bima Arya

Ghufron menyebut semestinya proses demokrasi di Indonesia dilakukan dengan hati nurani. Namun, tingginya biaya politik menyebabkan proses demokrasi menjadi transaksi bisnis.

"Sayangnya, demokrasi di Indonesia, yang sampai saat ini masih biayanya sangat tinggi mengakibatkan proses politik yang harusnya secara hati nurani menjadi transaksi bisnis," sebutnya.

Ghufron menjelaskan tidak proporsionalnya gaji hingga mahalnya biaya politik membuat kepala daerah terpaksa untuk mengembalikan modal politik dengan cara koruptif. Dia menyebut setidaknya sudah ada ratusan pejabat kepala daerah hingga legislator yang telah ditangkap KPK lantaran berbuat korupsi.

"Kita tahu gaji kepala daerah masih relatif tidak proporsional dengan bebannya. Sehingga, mau tidak mau proses pengembalian modal itu dengan cara korup, me-maintain proses dukungan politik juga butuh biaya, harus bikin program Sinterklas kepada publik. Apalagi, kalau mau nyambung untuk proses politik lebih lanjut atau tahap kedua," jelasnya.

"Ini yang menyebabkan proses berbiaya tinggi, ditopang gaji yang belum proporsional menjadikan korupsi sebagai jalan keluarnya. Ketika korup, kucing-kucingan dengan KPK, dan melahirkan sudah 300 kader di legislatif, yang duduk di kepala daerah sudah 144," lanjutnya.