Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Ragam Unik Tradisi Idul Adha di Indonesia, Ada Jemur Kasur

Tori | Minggu, 10 Juli 2022
Ragam Unik Tradisi Idul Adha di Indonesia, Ada Jemur Kasur
Tradisi Grebeg Gunungan di Yogyakarta/Indonesia Travel
-

RN - Bagi umat  muslim, Hari Raya Idul Adha adalah perayaan besar keagamaan yang selalu dinanti-nantikan setelah Idul Fitri. 

Waktu yang bertepatan dengan datangnya “musim haji” ini, menjadi momen yang pas untuk menumbuhkan rasa kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama. 

Hari Raya Idul Adha ini identik dengan menyembelih hewan kurban. Di Indonesia sendiri hewan ternak yang paling umum dikurbankan adalah sapi dan kambing. 

BERITA TERKAIT :
Kabar Duka, Ratusan Jamaah Haji Indonesia Wafat Akibat Panas Ekstrem
Santuni Anak Yatim, PT Waskita Bareng Pengurus RW 13 Kel. Penjaringan Berbagi Kasih

Daging penyembelihan hewan kurban tersebut lantas dibagikan kepada golongan dan orang-orang yang kurang mampu.

Tak hanya identik dengan kegiatan penyembelihan hewan kurban, beberapa daerah di Indonesia ternyata memiliki tradisi unik saat perayaan Hari Raya IdulAdha. 

Berikut tradisi-tradisi unik Idul Adha di Indonesia, sebagaimana dihimpun dari berbagi sumber. 

1. Accera Kalompoang di Gowa

Umumnya, Accera Kalompoang dilakukan selama dua hari berturut-turut menjelang dan pada saat Hari Raya Idul Adha.

Accera Kalompoang merupakan acara ritual pencucian benda-benda peninggalan Kerajaan Gowa yang masih tersimpan di Istana Balla Lompoa. Upacara ini digelar di rumah adat Balla Lompoa atau Istana Raja Gowa.

Berdasarkan catatan sejarah, prosesinya sendiri dimulai sejak pemerintahan Raja Gowa ke 14, yaitu Sultan Alauddin, Raja Gowa yang pertama kali memeluk agama Islam

2. Tradisi Apitan di Semarang

Tradisi Idul Adha Apitan biasa dirayakan di Semarang. Tradisi Apitan ini merupakan  bentuk rasa syukur atas rezeki berupa hasil bumi yang diberikan oleh Yang Maha Esa. Di Semarang, tradisi ini biasa diisi dengan pembacaan do’a yang dilanjutkan dengan arak-arakan hasil tani, ternak, dan nantinya hasil tani yang diarak ini akan diambil secara berebutan oleh masyarakat setempat. Tradisi ini dipercaya menjadi kebiasaan para Wali Songo dulu sebagai bentuk ungkapan rasa syukur di perayaan Idul Adha. Tak hanya gunungan berupa hasil tani atau arak-arakan ternak, siapa pun yang menyaksikan tradisi Apitan ini juga akan disuguhkan dengan hiburan khas kearifan lokal. Wah, sepertinya menarik banget, ya!

4. Manten Sapi di Pasuruan

Tradisi Manten Sapi merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Pasuruan. Tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur dan penghormatan kepada hewan kurban yang akan disembelih. Menariknya, sapi yang hendak dikurbankan akan didandani secantik mungkin bak pengantin. Hewan tersebut juga dikalungkan bunga tujuh rupa, lalu dibalut dengan kain kafan, serban, dan sajadah. 

Pada tradisi ini, kain kafan menjadi tanda kesucian orang yang berkurban. Setelah didandani, semua sapi akan diarak menuju masjid setempat untuk diserahkan kepada panitia kurban. Yang lebih berkesannya lagi, daging sapi kurban ini biasanya  akan diolah dan disantap bersama-sama. Terasa banget kan kebersamaannya!

4. Grebeg Gunungan di Yogyakarta

Tradisi Grebeg Gunungan yang dirayakan oleh masyarakat Yogyakarta ini, sepintas hampir mirip dengan tradisi Apitan dari Semarang. Warga muslim Yogyakarta akan mengarak hasil bumi dari halaman Keraton sampai Masjid Gede Kauman. Arak-arakan hasil bumi ini berjumlah tiga buah gunungan yang tersusun dari rangkaian sayur-mayur dan buah. Di Yogyakarta, tradisi ini dilaksanakan setiap hari besar agama Islam. 

Grebeg Syawal dilaksanakan saat Idul Fitri, sedangkan tradisi Grebeg Gunungan dilaksanakan pada perayaan Idul Adha. Masyarakat setempat percaya, apabila berhasil mengambil hasil bumi yang disusun dalam bentuk gunungan, bisa mendatangkan rezeki.

5. Gamelan Sekaten di Cirebon

Terdapat sebuah tradisi perayaan Idul Adha dari Cirebon yang dipercaya merupakan dakwah dari Sunan Gunung Jati sebagai penyebar agama Islam di tanah Cirebon. Tradisi ini disebut tradisi Gamelan Sekaten yang selalu dibunyikan setiap perayaan hari besar agama Islam yaitu, Idul Fitri dan Idul Adha. Alunan Gamelan yang berada di sekitar area Keraton Kasepuhan Cirebon, menjadi penanda bahwa umat Muslim di Cirebon merayakan hari kemenangan. Rangkaian Gamelan dibunyikan sesaat setelah sultan Keraton Kasepuhan keluar dari Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

6.  Meugang di Aceh

Jika perayaan hari besar agama Islam akan tiba, banyak sekali pedagang daging akan menjajakan daging-daging segar yang digantung dan bisa dibeli oleh masyarakat Aceh. Tradisi Meugang yang berasal dari kata Makmeugang, adalah tradisi yang sangat familiar untuk masyarakat Aceh terutama di saat hari-hari besar keagamaan. 

Tradisi Meugang sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan identik dengan makan daging sapi atau kerbau bersama yang diolah dengan beraneka ragam masakan. 

Sejarah Meugang berawal pada masa kerajaan Aceh dengan memotong hewan dan dibagikan secara gratis kepada masyarakat. Tradisi ini merupakan ungkapan syukur atas kemakmuran tanah Aceh dan sampai saat ini tetap dilestarikan oleh seluruh masyarakat Aceh saat menyambut hari-hari besar suci umat Islam.

7. Jemur Kasur di Banyuwangi

Tradisi Idul Adha lainnya yang juga tak kalah unik ialah mepe kasur atau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai jemur kasur oleh masyarakat suku Osing di Desa Kemiren, Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur.

Biasanya, kasur yang dipakai merupakan kasur gembil yang berwarna merah dan hitam. Warna merah berarti berani dan hitam berarti langgeng.

Sebelum tradisi jemur kasur dimulai, biasanya akan diadakan tarian gandrung terlebih dahulu. Kasur kemudian akan dijemur dari pagi hingga sore hari sambil dipukul dengan rotan atau sapu lidi agar bersih. Menariknya masyarakat secara serentak menjemur kasur di depan rumahnya.

Tradisi yang dilakukan menjelang Idul Adha ini memiliki makna untuk menolak bala dari bencana atau penyakit dan menjaga agar rumah tangga tetap harmonis.

Pada malam harinya, masyarakat Osing juga melakukan tradisi lainnya, yakni Tumpeng Sewu.

8. Kaul Negeri dan Abda’u di Maluku Tengah

Di daerah Maluku Tengah, masyarakat Negeri Tulehu juga memiliki tradisi Idul Adha yang bernama Kaul Negeri dan Abda'u.

Tradisi ini merupakan acara adat yang dilakukan dengan cara menggendong tiga kambing menggunakan kain oleh para pemuka adat dan agama.
Biasanya, Kaul Negeri dan Abda'u ini dilakukan usai sholat Idul Adha. Kambing yang digendong dengan kain tersebut kemudian diarak mengelilingi desa sambil diiringi alunan takbir dan salawat menuju masjid.

Kambing dan hewan kurban lainnya kemudian disembelih selepas Ashar dan ini merupakan Kaul Negeri untuk menolak bala dan permohonan perlindungan kepada Allah bagi Negeri Tulehu dan masyarakat setempat.

Perlu diketahui, tradisi tersebut sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu setelah terbentuknya pemerintahan otonom yang bersyariat Islam sekitar 1600 Masehi dan diselenggarakan secara terus-menerus hingga saat ini.

9. Ngejot di Bali

Sementara di Bali, tradisi Idul Adha yang diselenggarakan bernama Ngejot. Tradisi Ngejot menjadi kegiatan rutin umat beragama di Bali yang dilakukan untuk merayakan hari-hari penting kegamaan, seperti Hari Raya Idul Adh.

Tradisi ini dilakukan dengan cara berbagi makanan, minuman, dan buah-buahan, sebagai wujud syukur kepada tetangga non-muslim yang memiliki toleransi tinggi.

Ngejot telah dilakukan masyarakat Muslim di Bali dan tradisi ini terus dilakukan secara turun-temurun dengan tujuan untuk mempererat rasa toleransi dalam beragama.

10. Toron di Madura

Terakhir, tradisi Idul Adha yang ada di Indonesia berasal dari Madura dengan nama toron. Toron merupakan bahasa daerah yang memiliki arti sama dengan mudik. Bedanya, mudik dilakukan saat Hari Raya Idul Fitri, sedangkan toron pada Idul Adha.

Saat perayaan Hari Raya Idul Adha, masyarakat secara berbondong-bondong akan melakukan perjalanan ke rumah keluarga dan kerabat mereka untuk silaturahmi.