Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

KPK Tak Lagi Dipercaya, Alarm Kepastian Hukum Bagi Pengusaha Beritikad Baik 

Tori | Rabu, 15 Juni 2022
KPK Tak Lagi Dipercaya, Alarm Kepastian Hukum Bagi Pengusaha Beritikad Baik 
Penggiat antikorupsi, Febri Diansyah/Ist
-

RN - Kepastian hukum di Indonesia saat ini dinilai sudah diciderai oleh beberapa oknum penegak hukum yang bermain dengan para pengusaha.

Terlihat dari data survei yang ditampilkan eks jubir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah saat mengisi materi di HUT ke-50 Hipmi di Jakarta Convention Center (JCC). Data survei itu menunjukkan KPK berada di urutan keenam di bawah kejaksaan, pengadilan, dan kepolisian dalam kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum dalam korupsi.

"Kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum dalam korupsi, KPK adalah lembaga penegak hukum yang paling tidak dipercaya saat ini. Tingkat kepercayaan publik yang rendah terhadap KPK dapat memicu alarm kekhawatiran terhadap independensi dan kepastian hukum, terutama menjelang tahun politik 2024," kata Febri. 

BERITA TERKAIT :
Widiyanti Si Ahli Bisnis Perkebunan Yang Dipanggil Prabowo 
300 Pengusaha Sawit Kemplang Pajak, Modal Kecil Untung Gede 

Menurutnya, kepastian hukum merupakan faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan bisnis dan investasi. Apabila terdapat penyalahgunaan wewenang oleh penegak hukum, maka dapat menciderai kepastian hukum dan akhirnya berdampak pada rasa takut bagi pelaku usaha dalam menjalankan bisnis.

"Mafia hukum merusak kepastian hukum dan membuat penegak hukum bisa dibeli untuk menyasar sekelompok politik dan bisnis tertentu. Independensi penegak hukum adalah kunci mewujudkan kepastian hukum," jelasnya.

Data KPK yang paling banyak melakukan tindakan korupsi dari sektor swasta dan politik. Rinciannya, 480 aktor di politik, dan 359 pelaku di bisnis.

Isu korupsi, sambung Febri, menjadi isu yang dapat menghambat para pelaku usaha. Soal perizinan, pungutan yang tidak standar, dan lainnya dapat mempengaruhi besarnya biaya yang harus ditanggung oleh pelaku usaha.

"Ketika biaya bagi pelaku usaha itu menjadi lebih tinggi, maka barang atau jasa atau output yang dijual ke masyarakat itu bisa menjadi lebih tinggi sehingga masyarakat harus membeli lebih mahal karena korupsi yang terjadi dalam proses usaha itu berjalan," jelas Febri.

Penegakan hukum yang kuat adalah poin penting yang menjadi prestasi. Tapi di sisi lain, ia mengingatkan jangan sampai kewenangan yang dimiliki penegak hukum disalahgunakan berdasarkan kepentingan lain sehingga beresiko terhadap kepastian hukum.

"Kalau terjadi maka orang akan berlomba-lomba dekat dengan para penegak hukum. Kalau orang sudah berlomba-lomba dekat dengan aparat penegak hukum maka yang terjadi adalah praktek mafia hukum dan mafia bisnis," paparnya. 

"Sehingga isu kepastian hukum harus dilihat bukan sekedar isu penegakan hukum sehari-hari. tetapi juga bagaimana ada perlindungan hukum bagi pengusaha yang beritikad baik," tambah Febri.

Dari sektor bisnis dan kepemerintahan, menurut dia perlu memahami regulasi pemberantasan korupsi dengan cara melakukan upaya pencegahan yang dimulai dari internal.

"Tidak mungkin semua kepala daerah membaca semua berkas yang masuk, itu ada mekanisme bertingkat. Kalau ada kebijakan yang diambil tetapi sebenarnya tidak ada aspek kesengajaan kepala daerah, tapi bawahannya menerima uang. apakah atasannya juga kena meskipun dia tidak tau menahu. Ini harus dilihat lebih bersih, dan ada standar yang bersih untuk menentukan mana yang betul-betul tindak pidana korupsi," tegasnya.

Febri melihat kondisi hari ini lebih berbahaya lagi. Dalam situasi isu perusahaan murni, ketika pihak tertentu punya koneksi dengan oknum penegak hukum, maka seolah-olah hukum bisa bergerak di luar jalur hukum itu sendiri.