RN - Presiden Jokowi pernah menyampaikan bahwa potensi ekonomi digital Indonesia akan menyentuh angka 135 miliar dolar AS. Hal ini tentu menggembirakan dan bisa membantu pertumbuhan ekonomi nasional dengan pesat.
Pakar keamanan siber Pratama Persadha optimistis angka ekonomi digital Indonesia bisa tercapai, bahkan jauh lebih tinggi namun dengan prasyarat. Syarat utamanya selain infrastruktur internet adalah soal keamanan siber di tanah air itu sendiri.
Bukan tanpa alasan, menurut Pratama, pertumbuhan ekonomi digital ini akan bertumbuh eksponensial jika ruang siber tanah air benar-benar aman, kejahatan siber bisa diatasi, dan penyalahgunaan data pribadi mendapatkan hukuman setimpal.
BERITA TERKAIT :“Dengan situasi ruang siber yang aman dan kondusif, maka ini adalah jaminan terbaik untuk masyarakat dalam menjalankan kegiatan ekonomi digital, yang ujungnya akan terus menambah pemodal di dalam dan luar negeri untuk terus meningkatkan kegiatan ekonominya di tanah air," ujar Pratama, dalam keterangannya yang diterima siang ini.
Tak hanya itu, lanjut dia, negara juga tak akan kecolongan dengan eksploitasi data dari berbagai raksasa teknologi. Pratama menggarisbawahi bahwa itu semua bisa diwujudkan, salah satunya bila instrumen UU sudah lengkap dan kuat.
Ia mencatat setidaknya ada tiga UU utama yang mengatur ruang siber di Indonesia, yaitu UU ITE, UU PDP (Perlindungan Data Pribadi) dan UU KKS (Keamanan dan Kerahanan Siber). Dari ketiganya praktis UU ITE yang sudah ada dari
2008 dan mengalami revisi tahun 2016.
"Seharusnya DPR dan pemerintah juga harus mengejar UU PDP dan UU KKS,” jelas chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) ini.
Menurutnya, UU PDP dan UU KKS harus mendapatkan prioritas negara. “UU PDP ini sangat ditunggu sehingga aturan main penggunaan data di tanah air lebih jelas," tuturnya.
UU PDP maupun UU KKS sangat erat kaitannya dengan pengelolaan-penggunaan data oleh industri serta lembaga negara, demi perlindungan dan keamanan masyarakat. "Penting (UU PDP dan UU KKS) juga agar standar keamanan data kita setara dengan negara lain yang lebih maju sehingga ada kesepakatan, misalnya tukar data yang bisa berujung banyak hal mulai dari sektor ekonomi sampai pertahanan keamanan,” jelas Pratama.
Lebih lanjut, ia mengingatkan meski harus cepat dan segera dituntaskan, UU PDP dan UU KKS tidak boleh masuk angin. Maksudnya adalah isi UU harus benar-benar kuat.
“UU PDP jangan masuk angin, jangan sampai tumpul karena itu Komisi PDP harus berdiri independen. UU KKS juga jangan masuk angin, jangan menabrak kewenangan lembaga negara lain, bisa kontraproduktif nantinya,” kata dia, mewanti-wanti.
Pratama menambahkan, UU ITE juga perlu direvisi. Surat edaran Kapolri terkait teknis pelaksanaan beberapa pasal UU ITE ini seharusnya menjadi alasan kuat agar UU ITE direvisi lebih komprehensif.
Ia mencontohkan Pasal 27, seringkali dijadikan alat saling lapor perkara sepele seperti saling ejek, bahkan digunakan untuk saling lapor karena perbedaan politik. Situasi ini jelas memperlebar segregasi di masyarakat akibat perbedaan pilihan politik.
Di Hari Kelahiran Pancasila ini, ia sangat berharap agar UU PDP dan UU KKS segera bisa lahir di tanah air. Sehingga bisa dimanfaatkan membidangi berbagai kebijakan pertahanan keamanan siber di tanah air, serta mengawal ekonomi digital
Indonesia. "Kalau wilayah siber kita tidak aman, lalu siapa yang mau berinvestasi, semua takut terjadi fraud karena tidak aman,” cetusnya.