RN - Lili Pintauli Siregar sepertinya tak pernah kapok berulah. Berulang kali ia dilaporkan ke Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan pelanggaran etis.
Terakhir, laporan atas wakil ketua komisi antirasuah itu karena menerima gratifikasi dalam ajang MotoGP Mandalika, beberapa waktu lalu.
Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra menilai, jika benar perilaku Lili Pintaulli demikian, maka sangat memprihatinkan.
BERITA TERKAIT :"Lili Pintauli Siregar telah berulang kali melakukan perbuatan penyimpangan jabatan menunjukkan "integritasnya terbeli" sebagai insan KPK dan perbuatanya tidak sesuai dengan aturan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK," terang Azmi.
Dalam aturan hukum, perbuatan Lili menerima hadiah dapat dikategorikan sebagai gratifikasi yang jelas merupakan tindak pidana karena memenuhi unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana terkait jabatan atau kedudukan serta berprilaku guna mendapatkan keuntungan materi pribadi.
"Karenanya jika mencermati karakteristik beberapa kasus yang telah diperbuatnya, bila ternyata perbuatannya tersebut dilakukan tertuju pada pemenuhan kebutuhan individu. Artinya sifat dan tujuan utamanya dalam jabatannya tersebut digunakannya lebih condong pada tujuan individu dan kepentingan individu bukan demi kepentingan umum," papar Azmi.
Lebih lanjut, Azmi menjelaskan, perbuatan menyelewengkan jabatan ini menimbulkan banyak kerugian, baik kepada masyarakat maupun negara atau pemerintah sendiri. "Maka jika hal tersebut benar, menunjukkan ia tidak dapat mengendalikan dirinya dan tidak patuh dengan aturan. Lili seharusnya menyadari seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai seorang komisioner," ujar Azmi.
Untuk itu, Azmi mendorong Dewas KPK untuk segera memeriksa Lili Pintauli Siregar. Bila perbuatan yang bersangkutan terbukti menerima gratifikasi dari salah satu BUMN maka harus dijatuhi sanksi terberat.
"Karena perilakunya tersebut menunjukkan ia telah melanggar hukum dan perilakunya berubah dari komisioner KPK yang seharusnya bersifat jujur kini menjadi komisioner KPK yang bersifat pragmatis materialistis," jelas Azmi.
Sebagai pejabat negara, perbuatan Lili tersebut dapat dimaknai sudah mencederai dan kehilangan karakternya. "Lili tidak lagi layak memegang nilai-nilai yang sebenarnya menjadi syarat sebagai komisioner KPK," kata Azmi, menekankan.
Azmi mengingatkan, dalam aturan hukum bila pelaku melakukan kejahatannya berulang maka semestinya hal ini dijadikan pertimbangan untuk dijatuhi sanksi yang memberatkan.
"Sehingga dewas dalam kasus ini dapat pula mengenakan sanksi penonaktifan, termasuk pemberhentian sebagai komisioner KPK," pungkasnya.