RN - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden sesumbar. Dia mengklaim perang di Ukraina 'tidak akan pernah menjadi kemenangan' bagi Presiden Rusia Vladimir Putin.
Penegasan ini disampaikan Biden ketika kemarahan global memuncak atas penderitaan warga sipil yang terjebak invasi militer Rusia.
Seperti dilansir AFP, Rabu (9/3/2022), Biden yang berbicara di Gedung Putih melontarkan serangan tajam terhadap Putin, dengan menyebut konflik di Ukraina memicu 'harga yang mengerikan' dan menciptakan 2 juta pengungsi.
BERITA TERKAIT :"Rusia mungkin terus melanjutkan kemajuannya dengan harga yang mengerikan tapi sudah jelas -- Ukraina tidak akan pernah menjadi kemenangan bagi Putin," ucap Biden memperingatkan, saat dia mengumumkan langkah keras AS melarang impor minyak dan gas Rusia untuk meningkatkan tekanan terhadap Putin.
"Putin mungkin bisa merebut sebuah kota, tapi dia tidak akan pernah mampu menguasai seluruh negara," imbuhnya.
Meskipun dihujani sanksi-sanksi berat dari negara-negara Barat, Putin terus melanjutkan operasi militernya di Ukraina. Beberapa waktu terakhir, Rusia sepakat menetapkan 'koridor kemanusiaan' di empat kota Ukraina.
Namun otoritas Ukraina menuduh hal itu hanyalah aksi publisitas Rusia belaka karena banyak rute evakuasi sipil yang mengarah ke Rusia atau Belarusia, sekutunya. Kedua pihak saling menuduh adanya pelanggaran gencatan senjata.
Jumlah pengungsi yang bergerak ke luar wilayah Ukraina, menurut Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), telah melampaui 2 juta orang. Perang Ukraina disebut telah memicu krisis pengungsi yang berkembang lebih cepat dibandingkan era Perang Dunia II silam.
Menanggapi krisis kemanusiaan yang semakin meluas, Biden menjanjikan AS akan membantu sekutu-sekutunya di Eropa, terutama yang berbatasan langsung dengan Ukraina.
Daftar Musuh
Pemerintah Rusia sebelumnya telah secara resmi mengumumkan daftar lusinan negara dan wilayah yang dianggap "tidak bersahabat" dengan Kremlin dan warganya. Hal ini disampaikan oleh media pemerintah di Moskow, dikutip CNBC International.
Daftar tersebut mencakup semua 27 negara anggota Uni Eropa (UE). Lalu Amerika Serikat (AS), Inggris, Ukraina, Swiss, Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Singapura, Taiwan, dan negara lainnya.
Negara-negara itu masuk daftar "musuh" Rusia karena telah memberlakukan atau bergabung dengan serangkaian sanksi yang dilemparkan ke Moskow pasca serangannya ke Ukraina.
Sebelumnya sanksi diberikan ke Rusia mulai dari pembekuan aset individu dan perbankan, pemutusan dari SWIFT, hingga larangan impor migas.
Belum jelas apa yang akan dilakukan pemerintahan Presiden Vladimir Putin dengan daftar ini. Namun sebelumnya, Rusia telah meminta perusahaan atau warganya untuk sementara membayar utang mata uang asing yang terutang kepada kreditur luar negeri dari "negara-negara yang tidak bersahabat" itu dalam rubel.
Pemerintah mengatakan debitur harus membuka jenis khusus rekening rubel dengan bank Rusia. Kemudian, mentransfer ke dalamnya rubel setara dengan jumlah mata uang asing yang terutang sesuai dengan nilai tukar resmi bank sentral pada hari pembayaran.
Akhir pekan lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin sempat memperingatkan negara-negara yang memberlakukan sanksi ke negaranya. Ia menyebut mereka sama dengan "mendeklarasikan perang".
"Sanksi yang dikenakan ini sama dengan deklarasi perang," kata Putin, berbicara Sabtu waktu setempat, dikutip Reuters dan CNN International.
Putin juga memperingatkan Barat untuk tidak memberlakukan zona larangan terbang di Ukraina yang diminta Kyiv . Negara-negara itu akan dianggap Rusia masuk ke dalam konflik militer.
"Kami akan segera menganggap mereka sebagai peserta dalam konflik militer dan tidak peduli anggota organisasi mana mereka," kata Putin.
Rusia menyerang Ukraina sejak 24 Februari lalu. Saat ini menurut PBB ada 400 lebih jiwa melayang dan 1,5 juta orang mengungsi.
Terbaru, investor dan miliuner Amerika Serikat (AS) Bill Ackman, menyebut Perang Dunia III (World War 3) sepertinya sudah dimulai karena serangan Rusia dan Ukraina. "Perang Dunia III kemungkinan sudah dimulai, tetapi kita lambat untuk mengenalinya," tegasnya.
Dengan para pejabat intelijen AS sekarang meyakini Rusia mendorong perang yang berlarut-larut, prioritas utama AS adalah menggenjot bantuan militer untuk membantu Ukraina melawan balik.
"Kita akan terus mendukung rakyat Ukraina yang pemberani saat mereka berjuang untuk negara mereka," tegas Biden, sembari menjanjikan 'dukungan melawan tirani, penindasan, aksi pendudukan yang sarat kekerasan'.
"Ketika sejarah perang ini tertulis, perang Putin terhadap Ukraina akan membuat Rusia lebih lemah dan seluruh dunia lebih kuat," ujarnya.