RN - Presiden Rusia Vladimir Putin nampaknya tak gentar. Ancaman NATO dan AS yang akan membantu Ukraina tak membuat Putin kendor.
Bahkan, Putin meminta agar tentara Ukrainna menggulingkan pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Volodymyr Zelensky. Dia menuding kepemimpinan negara Ukraina sebagai teroris, pencandu narkoba, dan neo-Nazi.
Seperti dilansir AFP, Jumat (25/2/2022), permintaan itu disampaikan Putin di tengah operasi militer Rusia yang kini sudah mencapai Ibu Kota Ukraina, Kiev.
BERITA TERKAIT :Putin meminta militer Ukraina menggulingkan kepemimpinan negara yang dia gambarkan sebagai "teroris" dan "sekelompok pecandu narkoba dan neo-Nazi".
Putin, dalam pidato yang disiarkan televisi, meminta agar militer Ukraina "mengambil alih kekuasaan di tangan Anda sendiri." Dia menyebut lebih mudah bagi pihaknya untuk bernegosiasi dengan militer Ukraina daripada pemimpin Ukraina.
"Sepertinya akan lebih mudah bagi kami untuk setuju dengan Anda daripada geng pecandu narkoba dan neo-Nazi ini," katanya, merujuk pada kepemimpinan di Kiev yang dipimpin oleh Presiden Volodymyr Zelensky, yang beragama Yahudi.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebelumnya mengaku merasa ditinggalkan. Gempuran rudal Rusia ke negaranya tidak ada yang bisa menghalangi.
Belanda Pasok Roket
Belanda akan memasok 200 roket pertahanan udara ke Ukraina secepat mungkin, demikian diumumkan oleh Pemerintah Belanda dalam sebuah surat kepada parlemen, Sabtu (26/2/2022). Surat itu juga mengatakan pemerintah akan memindahkan staf kedutaan Belanda dari kota Lviv di Ukraina barat ke Jaroslaw, melintasi perbatasan di Polandia, karena keamanan yang memburuk.
Berdasarkan permintaan dari Ukraina, "Belanda akan menyediakan 200 roket pertahanan udara Stinger," kata surat itu. "Bersama dengan sekutu kami, Kementerian Pertahanan bermaksud untuk mengirimkan barang-barang ini secepat mungkin."
Rudal tersebut merupakan tambahan dari peralatan lain yang telah dijanjikan oleh Belanda awal bulan ini, termasuk senapan, amunisi, sistem radar, dan robot pendeteksi ranjau.
Secara terpisah, Rusia sebenarnya tak membutuhkan hubungan diplomatik dengan Barat setelah Barat menjatuhkan sanksi pada Moskow atas apa yang disebutnya operasi militer Rusia di Ukraina, kata mantan presiden dan pejabat tinggi keamanan Dmitry Medvedev pada Sabtu (26/2/2022).
Medvedev, menulis di media sosial, mengatakan sudah waktunya untuk "menggembok kedutaan."Dia mengatakan Moskow akan melanjutkan operasinya di Ukraina sampai mencapai tujuan yang ditentukan oleh Presiden Vladimir Putin.
Medvedev membuat komentar di halaman terverifikasinya di jejaring sosial Rusia VK. Negara-negara Barat telah menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Putin dan pemimpin lain Rusia.
Pengamat militer dari intelijenSusaningtyas Kertopati mengatakan, perang antara Rusia melawan Ukraina meletus seperti banyak diperkirakan oleh para pakar dan pengamat. Konflik menahun sejak wilayah Ukraina di Krimea diduduki Rusia pada 2014 berujung serbuan Rusia di bagian timur Ukraina.
"NATO dipimpin Amerika Serikat ternyata gagal melaksanakan diplomasi pertahanan untuk mencegah perang. Kepentingan NATO juga belum tentu dibuktikan untuk membela Ukraina sebagai salah satu anggotanya," tuturnya, Jumat (26/2/2022).
Sejak 2014, kata Nuning, NATO tidak memberikan reaksi yang proporsional terhadap Rusia. Strategi pendangkalan NATO juga tidak efektif mencegah Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan operasi militer secara masif.
Menurut dia, perang yang terjadi di Balkan saat ini masuk dalam kategori perang asimetris dari perspektif ilmu Pertahanan. Rusia adalah kekuatan yang superior dan Ukraina adalah kekuatan yang inferior. NATO berusaha menancapkan kekuasaannya di Ukraina yang secara geografis berbatasan langsung dengan Rusia.
"Perbandingan kekuatan militer dan anggaran perang jelas dimiliki Rusia. Di atas kertas Rusia pasti ingin melaksanakan perang dalam waktu secepat-cepatnya sementara Ukraina pasti melancarkan perang berlarut," kata Nuning.
Sejarah juga menunjukkan bahwa kekuatan superior, seperti Rusia ternyata kalah di Afghanistan. Amerika Serikat juga kalah di Vietnam dan Afghanistan. Dengan demikian ada beberapa skenario yang dapat ditempuh dunia internasional untuk mengakhiri perang.
Pertama, kata Nuning, gencatan senjata dan turun tangannya PBB. Kedua, NATO mengerahkan kekuatan penuh mengalahkan Rusia dan memukul Rusia di wilayahnya sendiri. Ketiga, Ukraina menang perang berlarut.