RN - Aturan Jaminan Hari Tua (JHT) hingga pekerja berusia 56 tahun baru bisa cair masih menjadi momok. Para buruh menyebut aturan itu bikin susah.
"Bu menteri itu gak pernah susah kali ya," teriak buruh.
Presiden DPP Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirah mendesak Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah mencabut Permenaker soal penundaan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) hingga pekerja berusia 56 tahun. Dia meminta Ida menggunakan hati nurani dalam melihat kehadiran aturan tersebut dengan kondisi hidup pekerja di tengah pandemi Covid-19.
BERITA TERKAIT :"Kami tetap bersikukuh pada pernyataan kami, pertama agar Menaker mencabut Permenaker Nomor 2 tahun 2022 itu," kata Mirah dalam diskusi daring yang digelar MNC Trijaya, Sabtu (19/2/2022).
Mirah menjelaskan, kondisi buruh atau pekerja saat ini sedang tidak baik-baik saja. Pemutusan hubungan kerja (PHK) masal terjadi di mana-mana akibat pandemi Covid-19. Pekerja anggota Aspek Indonesia saja, kata dia, ada sekitar 20-30 ribu orang yang jadi korban PHK dalam dua tahun terakhir ini.
Karena itu, lanjut dia, para pekerja korban PHK itu berharap betul bisa segera mencairkan dana JHT-nya untuk menyambung hidup. Ida menegaskan, tak mungkin pekerja menunggu hingga usia 56 tahun untuk mencairkan dana tersebut.
"Kecuali negara mau hadir (dengan cara) bayarin listrik mereka, bayar SPP anak mereka, dan bayarin makan mereka setiap hari. Tapi kan jaminan itu tidak ada. Makanya, satu-satunya jalan adalah mengambil dana JHT," ujar Mirah.
Dalam kondisi pekerja seperti itu, Mirah meminta tolong agar semua pihak, terutama Menaker Ida, menggunakan hati nuraninya untuk melihat aturan baru tersebut. Jangan hanya menggunakan perspektif hukum alias menggunakan kacamata kuda melihat persoalan ini.
"Kami membutuhkan hati yang punya empati, hati yang punya nurani (untuk) merasakan nuansa pekerja buruh saat ini yang sedang tidak baik-baik saja," kata Mirah lagi.
Pro dan kontra terkait JHT mencuat pada 2 Februari 2022 ketika Ida Fauziyah meneken Permenaker 2/2022. Aturan yang mulai berlaku 4 Mei 2022 itu menyatakan bahwa manfaat JHT akan dibayarkan ketika pekerja mencapai usia 56 tahun, termasuk pekerja korban PHK dan mengundurkan diri.
Sedangkan dalam aturan lama, Permenaker 19/2015, dinyatakan bahwa dana JHT bisa dicairkan secara tunai setelah pekerja melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan terkait.
Sakit Hati
Akibat aturan baru itu, pekerja ramai-ramai menolak aturan baru itu. Sejumlah serikat buruh bahkan menggelar aksi demonstrasi di kantor politisi asal PKB tersebut.
Sebelumnya Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) mengatakan pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) akan cair bila peserta memasuki usia 56 tahun.
Dalam artian jika peserta ingin mencairkan JHT miliknya namun usia belum mencukupi maka tak akan tercairkan.
Peraturan baru ini tertera dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Syarat Pembayaran JHT.
Setelah mendengar keputusan dari Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menimbulkan aksi protes dari sejumlah publik terutama bagi pekerja.
Tak hanya mengelar demo saja ribuan pekerja juga mengedarkan 'meme' foto gambar wajahnya yang berisi tulisan JHT jahat.
Buruh membawa poster dan topeng Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah saat berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jakarta, Rabu (16/2/2022).
Poster tersebut membuat dirinya merasa sangat tak nyaman, hal ini di ungkapkan oleh Ida ketika berbincang di Podcast YouTube Deddy Corbuzier Sabtu, 18 Februari 2022.
"Meme yang beredar JHT itu jahat, dan gambarnya siapa (saya). Saya sebenernya jahat ga sih coba lihat," ucapnya.
Ida pun mengaku sakit hati dengan maraknya penolakan tersebut terlebih banyak yang meminta dirinya untuk dicopot dan disebut sebagai Menaker terburuk.
"Ya pasti lah (sakit hati) kan saya manusia. Saya mendengar, saya melihat televisi tiap hari, media sosial begitu dahsyat oke saya merasa kena. Tetapi saya pikir saya slah tidak," ucapnya.
Ida pun sempat menelpon rekannya untuk berdiskusi mengenai kebijakan tersebut apakah keliru atau tidak.
"Saya kapan hari itu telepon sama temen, udah bu santai saja ibu kan punya Tuhan malam gunakan aja wadul (mengadu) sama Allah, sepanjang ibu merasa yang dilakukan benar, maka semua dikerjakan disosialiskan dengan keyakinan," tutur Ida
Ida mengaku dirinya telah berdiskusi dengan Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional sebelum menerbitkan aturan tersebut.
"Ini sudah saya sampaikan, sudah melalui proses panjang, sudah disampaikan di badan pekerja LKS Tripartit juga diputuskan di pleno,'' tuturnya menambahkan