RN - Insiden Wadas mendapat sorotan publik, bahkan dunia internasional di rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo. Banyak pihak yang menyayangkan terjadi kekerasan di Wadas.
Seperti diketahui, kekerasan terjadi di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, pada 7-8 Februari 2022. Masyarakat sekita menolak pembangunan bendungan Bener.
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menduga insiden di Wadas karena adanya desain kesengajaan.
BERITA TERKAIT :Dikatakan, aksi represif aparat terhadap warga Wadas dilakukan sejak beberapa waktu sebelumnya Apalagi, setelah mengetahui adanya warga yang kontra tambang andesit dengan dalih menyukseskan pembangunan Bendungan Bener.
"Aksi represivitas negara bukan cuma ini saja tapi cukup panjang. Ada manipulasi soal pertambangan. Warga sudah tolak sejak sosialisasi. Warga aneh kok tiba-tiba ada yang tandatangan setuju," kata Isnur dalam video daring, Sabtu (12/2/2022).
Isnur lantas mempertanyakan dalih kepolisian saat menangkap warga Wadas.
"Chaos itu desain untuk alasan menangkapi. Ada juga hoaks sebarkan isu pengukuran (tanah) dilakukan di depan Masjid," lanjut Isnur.
Insur menceritakan sejak awal Februari, akses masuk ke Desa Wadas tergolong sulit. Ia mendapat laporan bahwa aparat berjaga hingga di gang-gang menuju dan keluar Wadas.
"Tiap yang mau masuk bawa logistik misalnya saja dilarang. Ada pembatasan pergerakan masyarakat," ujar Isnur.
Insur mengungkapkan, warga yang mau bekerja ke sawah ditangkap dan ibu-ibu yang menggunakan pisau untuk buat besek tak dibolehkan. Bahkan, arit yang digunakan petani untuk ke sawah turut disita.
Isnur mempertanyakan penyitaan tersebut karena alat-alat itu bukan ditujukan untuk melawan petugas. Penyitaan juga dilakukan di rumah warga bukan di lokasi yang sengaja disiapkan warga untuk mengadang aparat.
"Diambilnya (pisau,arit) di sekitar rumah. Bukan warga yang siapkan senjata tajam untuk hadang polisi. Warga sedang shalat tadinya mau wudhu diarahkan ke mobil polisi," ucap Isnur.
Selain itu, Isnur membantah isu yang menyebutkan aksi kekerasan dilakukan oleh oknum lain. Ia menyebut kekerasan memang dilakukan aparat termasuk yang tak berseragam.
"Ini bukan kekerasan oleh oknum. Ada yang nggak berseragam. Entah itu aparat intel, reserse atau preman. Tapi mereka beriringan. Yang menangkap itu orang-orang yang bersama polisi," tutur Isnur.
LBH Yogyakarta menyampaikan catatan penolakan warga tentang pembangunan Bendungan Bener. Di Kabupaten Purworejo, ada beberapa penolakan terhadap rencana pembangunan Bendungan Bener.
Salah satunya Desa Wadas yang sejak awal sudah menyuarakan penolakan terhadap proyek ini karena merusak alam, sosial dan lain sebagainya. Penolakan terjadi pula di Desa Guntur, Kecamatan Bener yang sebenarnya tidak menolak penuh proyek, tapi menolak penentuan ganti rugi yang rendah.
Apalagi, awalnya mereka menerima kesepakatan berharap akan mendapatkan ganti untung. Ternyata, malah mendapatkan harga yang sangat rendah Rp 50-60 ribu per meter persegi.
Selain itu, mereka sudah menerima dampak lingkungan seperti rumah dan tanah yang retak, tanah longsor menutupi perkebunan dan menutupi akses sungai.
"Ada juga Desa Burat, Kecamatan Kepil, Kabupaten Wonosobo. Mereka mendukung proyek, pada intinya, melainkan menolak ganti rugi yang murah dan menentang segala bentuk intimidasi dan perjanjian sepihak," ujar Anggota Divisi Penelitian LBH Yogyakarta, Kharisma Wardhatul Khusniah.
Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani menekankan, keberlanjutan pembangunan Waduk Bener di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, akan mengutamakan pendekatan yang berbasis pada musyawarah dan kesopansantunan.
“Seperti yang kerap diarahkan oleh Presiden Joko Widodo di berbagai kesempatan, proses pendekatan terhadap masyarakat harus santun, persuasif, dan mengedepankan pendekatan budaya. Pendekatan demikianlah yang ke depan akan diperkuat dalam proses pembangunan Waduk Bener,” kata Jaleswari.