Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co
Andi Arief Vs Eksponen 98

Samakan Jokowi Dengan Soeharto, Anak Buah SBY Gagal Paham

NS/RN | Rabu, 21 November 2018
Samakan Jokowi Dengan Soeharto, Anak Buah SBY Gagal Paham
Aktivis 98, Supriyanto Antok
-

RADAR NONSTOP - Andi Arief kembali membuat pernyataan kontroversi. Anak buah SBY ini dituding gagal paham.

Penyebabnya adalah Andi Arief yang menjabat sebagai Wakil Sekretaris DPP Partai Demokrat menyamakan Presiden Jokowi dengan Presiden (Alm) HM Soeharto.

Supriyanto, salah satu eksponen gerakan mahasiswa prodemokrasi 98 mengatakan, pendapat Andi Arief yang menyamakan Presiden Jokowi dengan HM Soeharto adalah halusinasi dan gagal paham.

BERITA TERKAIT :
Jokowi Murka Dengan DJBC, Bos Bea Cukai Bakal Ketar-Ketir?
78 Ribu Hektare Tambak Udang Dari Banten Hingga Jatim Mangkrak, Butuh Duit Rp 13 Triliun

Misalnya, tudingan memobilisasi kepala daerah untuk pemenangan pilpres dengan hukum untuk saat ini sangat tidak relevan. Karena faktanya banyak kepala daerah pendukung Jokowi juga ada yang diciduk oleh KPK.

Artinya kata pria berbadan gemuk yang biasa disapa Antok ini eksekutif tidak bisa intervensi lembaga yudikatif. "Harus banyak baca buku dia," akunya dengan nada guyon di Rumah RODE 610 Kota Yogyakarta, Selasa (20/11/2018).

Alumnus UII Yogyakarta ini meminta kepada anak buah SBY tersebut untuk membandingkan kepada daerah di era Soeharto ketika menabrak hukum diproses hukum ataupun politisi yang mendukung Soeharto jika melakukan kesalahan atau korupsi dihukum atau tidak.

"Saya yakin Arief yang dulu juga aktivis mahasiswa tahu dan tidak lupa bagaimana Soeharto melindungi pendukung dan kroninya dari jeratan hukum meski jelas-jelas bersalah," ungkapnya.

Antok yang kini juga aktif sebagai Koordinator Komite Pemuda dan Olah Raga, DPP PDI Perjuangan menegaskan bahwa pemerintahan Jokowi tidak alergi dikritik, didemo besar-besaran serta tidak mengambil langkah menghilangkan orang-orang yang mengkritik dan mendemonya seperti saat rezim Soeharto berkuasa.

Namun pemerintahan Jokowi tetap menerima kritik dengan berdasarkan fakta bukan data yang ngawur.

BACA JUGA: Saksi Jatuhnya Soeharto, Rumah Rode 610 Jadi Cagar Budaya

"Dulu era Soeharto mahasiswa demo kasus Kedung Ombo karena faktanya ada korupsi pembebasan tanah yang merugikan rakyat namun tetap saja koruptor dilindungi. Kini di pemerintahan Jokowi, pemerintah butuh tanah untuk jalan maka bukan ganti rugi namun ganti untung tanah plus ganti tanaman yang ada di tanah yang dibutuhkan negara," pujinya.

"Kalau dapat ganti untung dan rakyat diuntungkan kemudian kita tidak demo dikatan tidak kritis itu kurang relevan saja," tuturnya.

Dalam akun twitter-nya, @AndiArief mengatakan.

"Zaman Pak Harto mendisiplinkan kepala daerah untuk kepentingan pemilu dari gubernur sampai bupati dengan penempatan orang dengan ketat dari Jalur ABRI, Birokrasi, Golkar (ABG). Zaman Jokowi mendisiplinkan kepala daerah dengan kasus hukum. Beda tapi sama," tulis dia di akun Twitternya, @AndiArief, Selasa, 20 November 2018.

Andi melanjutkan Soeharto memobilisasi rakyat dengan berbagai apel kebulatan tekad menjelang pemilu mendukung pencalonannya untuk periode berikutnya. Sedangkan Jokowi memobilisasi kepala daerah dengan kebulatan tekad tanpa apel dengan tujuan sama.