Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Tak Mau Pergi, Wali Kota Zarifa Ghafari Siap Dibunuh Rezim Taliban  

NS/RN/NET | Kamis, 19 Agustus 2021
Tak Mau Pergi, Wali Kota Zarifa Ghafari Siap Dibunuh Rezim Taliban  
Zarifa Ghafari
-

RN - Zarifa Ghafari adalah wanita pertama yang menjadi Wali Kota di Afganistan. Kini Afganistan sudah dikuasai rezim Taliban. 

Dalam rezim Taliban, kebebasan perempuan biasanya dibatasi. Tapi, Zarifa Ghafari tidak gentar. Wanita berusia 29 tahun ini sudah siap.

Dilansir The Sun, Rabu (18/8/2021), Zarifa Ghafari mengaku saat ini hanya menunggu kedatangan Taliban ke rumahnya untuk membunuhnya. Dia mengatakan, tak ada pertolongan yang datang kepadanya atau keluarganya.

BERITA TERKAIT :
Dudung Tokoh Teladan Militer Indonesia, Bisa Jadi Inspirasi Generasi Mendatang
Momen Hadi Tjahjanto Terima Medali dari WaKSAU Prancis: Kebetulan Teman Sekelas Saya di Paris

"Saya duduk di sini menunggu mereka untuk datang. Tidak ada seorang pun yang datang membantu saya atau keluarga saya. Saya hanya duduk bersama keluarga saya dan suami saya. Dan mereka akan datang ke orang-orang seperti saya dan membunuh saya," tuturnya.

Zarifa Ghafari mengungkapkan tidak bisa pergi dari Afghanistan dan meninggalkan keluarganya. Lagipula, dia juga mengaku tidak tahu akan pergi ke mana.

"Saya tidak bisa meninggalkan keluarga saya. Dan lagipula, ke mana saya akan pergi?" ujar Zarifa Ghafari.

Zarifa Ghafari merupakan perempuan yang pertama kali menjadi wali kota di Afghanistan, tepatnya di Maidan Shahr. Dia didaulat menjadi wali kota pada tahun 2018 lalu.

Zarifa Ghafari membubuhkan sejarah lantaran menjadi perempuan pertama dan termuda yang menjadi wali kota di Afghanistan.

Setelah pengangkatannya, Ghafari berkampanye untuk meningkatkan hak-hak perempuan di Afghanistan. Namun, dia menghadapi ancaman pembunuhan dari Taliban dan Isis atas pekerjaannya.

Taliban mendeklarasikan 'amnesti' di seluruh Afghanistan dan mendesak perempuan untuk bergabung dengan pemerintahan mereka. Taliban berusaha meyakinkan penduduk yang khawatir kehidupan mereka berubah, pasca kekacauan mematikan dan mencengkeram di bandara utama ketika warga yang putus asa mencoba melarikan diri dari kekuasaan mereka.

Taliban telah berusaha untuk menggambarkan diri mereka sebagai lebih moderat daripada ketika mereka memberlakukan aturan brutal pada akhir 1990-an. Tetapi banyak orang Afghanistan tetap skeptis dengan klaim itu.