Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Proyek Alat Berat Era Ahok Masalah, BuzzerRp Kok 'Diem Bae' Padahal Kerugian 13 Miliar

NS/RN | Sabtu, 24 Juli 2021
Proyek Alat Berat Era Ahok Masalah, BuzzerRp Kok 'Diem Bae' Padahal Kerugian 13 Miliar
Ilustrasi alat berat milik Pemprov DKI Jakarta.
-

RN - Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta sedang membidik kasus pembelian alat berat. Kasus tersebut terjadi di Dinas Bina Marga DKI Jakarta.  

Kejati menghitung diduga atas kasus tersebut kerugian negara sekitar Rp13 miliar. Saat ini, Kejati telah menaikkan kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan.

Anggaran pembelian alat berat terjadi pada tahun APBD 2015. Saat itu Gubernur DKI Jakarta dipimpin oleh Basuki T Purnama alias Ahok.

BERITA TERKAIT :
Ahok Tak Sekuat Dulu, Pamor Pj Gubernur Jakarta Heru Budi Hartono Melejit
Ahok Nyinyir Ke Kaesang Maju Pilkada DKI, Mungkin Ada Saudara Ajukan Ke MK?

Lucunya, kaum nyinyir atau buzzer tidak ada yang komen soal kasus tersebut. Berbeda dengan kasus di Jakarta sebelumnya, di mana para buzzer teriak-teriak dan membully Anies Baswedan.

Hingga berita ini diturunkan, Yusmada Faizal tak bisa dihubungi.

"Hasil ekspos penyelidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alat-alat berat penunjang perbaikan jalan pada UPT Alkal Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta tahun anggaran 2015 ditingkatkan ke tahap penyidikan," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI, Ashari Syam, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (23/7/2021).

Ashari menjelaskan penyidikan ini dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor: Prin-1573/M.1/Fd.1/07/2021 tertanggal 23 Juli 2021. Ashari mengatakan pihaknya telah menemukan bukti permulaan untuk menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan.

"Bahwa berdasarkan hasil ekspos tim penyelidik tindak pidana khusus Kejati DKI Jakarta pada tanggal 21 Juli 2021 atas penyelidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alat alat berat penunjang perbaikan jalan pada UPT Alkal Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta tahun anggaran 2015, disepakati bahwa kasus tersebut telah memenuhi syarat berdasarkan bukti permulaan yang cukup untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan," tuturnya.

Kasus ini bermula dari laporan masyarakat tentang adanya dugaan mark up atau penggelembungan pelaksanaan pengadaan alat berat untuk perbaikan jalan pada UPT Alkal Dinas Bina Marga DKI. Perbuatan itu diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp 13,4 miliar.

"Dari hasil penyelidikan tersebut, tim penyelidik menyimpulkan bahwa berdasarkan bukti-bukti permulaan yang ditemukan dan dikumpulkan, terdapat dugaan mark up atas pelaksanaan pengadaan alat-alat berat penunjang perbaikan jalan tersebut yang mengakibatkan adanya indikasi kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar Rp 13.432.155.000," ucap Ashari.

Namun, dia belum menjelaskan siapa tersangka dalam kasus dugaan korupsi ini.

Dalam kasus ini, Kejati DKI Jakarta telah memeriksa eks Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta, Yusmada Faizal. Yang bersangkutan merupakan Kadis Bina Marga era Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Pemeriksaan Yusmada dilakukan pada 21 April lalu.

Ashari Syam menjelaskan Yusmada dimintai keterangan terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan alat-alat berat penunjang perbaikan jalan pada UPT Alkal Dinas Bina Marga DKI Jakarta Tahun Anggaran 2015. Saat itu, posisi Yusmada selaku pengguna anggaran.

"Betul, YF dimintai keterangan tahap penyelidikan saat itu menjabat Kadis BM (Bina Marga) selaku PA (pengguna anggaran)," kata Ashari saat dihubungi, Jumat (30/4).

Pemanggilan Yusmada berdasarkan surat perintah penyelidikan perintah Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor PRINT-04/M.1/Fd.1/04/2021 tanggal 8 April 2021.

Yusmada, sebutnya, memenuhi panggilan penyelidikan tim Kejati DKI. Kendati demikian, dia membuka kemungkinan pemanggilan ulang terhadap pejabat Pemprov DKI yang kini menjabat Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta itu.

"Tergantung fakta kan kalau dipanggil atau nggak itu kan tergantung fakta yang ditemukan. Kalau faktanya membutuhkan dia pemeriksaan tambahan itu sah-sah saja boleh," jelasnya.