RN - Jika ada koordinator pasti ada bosnya. Pengatur atau pembeking pungutan liar (pungli) itu harus terungkap.
Karena, tidak mungkin koordinator bergerak sendiri. Beberapa sumber di Pelabuhan Tanjung Priok menyebutkan, diduga gerakan pungli ada bosnya. Dan si bos itulah sebagai pembeking.
Pungli terhadap sopir truk kontainer sudah berjalan belasan tahun bahkan puluhan tahun. Ibarat tau sama-sama tau, pungli terhadap sopir berjalan dengan rapih.
BERITA TERKAIT :Jokowi sudah meminta kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Jokowi miris mendengar curhat para sopir kontainer yang selalu kena palak dan pungli.
Jokowi juga meminta mengusut aksi pungli di pelabuhan hingga akar-akarnya. Usai mendapat perintah Jokowi, Kapolri bergerak cepat.
Sigit langsung memerintahkan seluruh jajaran Polda dan Polres bergerak menumpas preman. Diketahui, Polres Pelabuhan Tanjung Priok menangkap koordinator pungli di kawasan Jakarta International Container Terminal (JICT). Tersangka Achmad Zainul Arifin (39) merupakan supervisor di sebuah perusahaan outsourcing.
"Tersangka atas nama Achmad Zainul Arifin (39), yang merupakan atasan para pelaku yang telah ditangkap sebelumnya," kata Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok AKBP Putu Kholis Aryana dalam keterangannya, Sabtu (12/6/2021).
Dari tersangka Achmad Zainul Arifin, polisi menyita barang bukti uang tunai Rp 600 ribu dan sepatu bola senilai Rp 2,7 juta.
Tersangka ditangkap pada Jumat (11/6) malam. Dengan demikian, Polres Pelabuhan Tanjung Priok telah menangkap delapan pelaku terkait pungli di JICT ini.
Sebelumnya, Polres Pelabuhan Tanjung Priok menangkap tujuh pelaku pungli di kawasan JICT Pelabuhan Tanjung Priok. Para pelaku meminta sejumlah uang pungutan liar kepada para sopir kontainer.
Tujuh pelaku tersebut berinisial MAG (37), RD (41), AS (36), WW (24), BEP (31), RPH (50), dan B (42). Para pelaku tersebut diamankan dini hari tadi sekitar pukul 01.00 WIB.
Putu mengatakan pelaku ini banyak yang bekerja sebagai operator crane di lokasi. Pelaku kemudian meminta uang kepada sopir truk untuk memudahkan proses bongkar-muat barang.
"Apabila (uang) tidak diberikan, pelayanan bongkar-muat kontainer diperlambat," terang Kholis.
Dalam melakukan aksinya, para pelaku pungli meletakkan wadah plastik atau botol minuman di badan alat crane. Tempat tersebut kemudian harus diisi oleh para sopir kontainer agar bisa segera dilayani.
"Modusnya ini unik, pelaku meletakkan wadah plastik atau botol minuman mineral kosong di badan alat crane yang kemudian harus diisi oleh sopir dengan uang nominal pecahan Rp 5.000 hingga Rp 20 ribu. Apabila tidak memberikan uang, sopir tidak akan dilayani atau dilayani dengan lambat," terang Putu.