RN - Heboh babi ngepet membuat warga Sawangan, Depok kesal. Sebab, kawasan Sawangan yang awalnya dicap biang macet kini berubah.
"Kalau dulu ada yang tanya rumah di mana dan jawabnya Sawangan, orang pasti bilang biang macet. Tapi kini malah berubah menjadi oooh yang ada babi ngepetnya ya," tegas Brohim warga Sawangan, Jumat (30/4).
Insiden babi ngepet yang viral itu kata dia, membuat Sawangan terkenal tapi konotasi negatif. Hal senada diungkapkan ibu dua anak bernama Sumi.
BERITA TERKAIT :"Jadi lucu dah digroup kita Sawangan dikenal dengan babi ngepet tuh," terang ibu empat anak ini.
Dikutip dari berbagai sumber, Sawangan merupakan sebuah kecamatan di Kota Depok yang memiliki luas sebesar 4.671,20 km persegi yang menempati ketinggian 138 meter di atas permukaan laut.
Mulai dari asal-muasal nama ‘Sawangan’ hingga perjuangan rakyatnya dalam melawan penjajah untuk meraih kemerdekaan. Berbagai literatur menjelaskan tentang awal mula berdirinya nama ‘Sawangan’.
Terdapat kajian yang menjelaskan bahwa Sawangan berasal dari kata sawang yang merupakan bahasa Sunda yang artinya melihat. Kedua, sawangan berasal dari bahasa Minahasa yang artinya bersama-sama.
Namun, jika dilansir dari metropolitan.id, awal mula nama Sawangan dicanangkan karena dakwah Islam dari seorang wali besar yang bernama Guru Nandang atau Syekh Sawangan. Bukti sejarah juga ditunjukkan melalui makam almarhum Syekh Sawangan yang masih eksis hingga saat ini.
Makam beliau terletak di depan Pesantren Al-Hamidiyah yang juga berlokasi di Sawangan. Syekh Sawangan merupakan penyebar agama Islam yang hidup sezaman dengan Kerajaan Padjajaran, khususnya jaman Prabu Surawisesa pada abad ke-14.
Masuknya dakwah Islam di Sawangan bermula pada saat pemimpin kerajaan Tanjung Jaya, yaitu Ratu Kiranawati melakukan penyebaran agama Islam ke sana. Ratu Kiranawati bekerja sama dengan Syekh Sawangan untuk melakukan ekspansi atas agama yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.
Atas jasa dari Syekh Sawangan, maka tak heran, wilayah Sawangan menjadi kecamatan yang ‘Islami’ karena memiliki 24 Pondok Pesantren, 31 Madrasah Ibtidaiyah, 15 Madrasah Tsanawiyah, dan juga 4 Madrasah Aliyah yang terus mengalami perkembangan hingga saat ini. Ditambah lagi dengan ribuan masjid dan mushola yang berdiri dan terus bertambah.
Pada saat zaman penjajahan Belanda, masyarakat di wilayah Sawangan pun menjadi saksi sejarah dan turut berperang melawan penjajah Belanda. Bukti sejarahnya terlihat dari Tugu Batu Sawangan yang merupakan simbol perjuangan bangsa Indonesia, khususnya rakyat Sawangan.
Berbagai nama pahlawan pun muncul, salah satunya adalah nama jalan yang kita sering dengar hari ini, yaitu Jalan Raya Haji Muchtar. Di tepi jalan itulah tugu tersebut terpampang dengan kokoh. Tulisan di dalam tugu itu berbunyi, “Di sini tentara NICA (Belanda) pada bulan November 1945 pernah dihancurkan oleh TKR para pemuda pejuang berserta rakyat wilayah Sawangan dalam perang kemerdekaan,” begitulah tulisan dalam tugu batu tersebut.
Jadi Tersangka
Kapolres Metro Depok, Kombes Imran Edwin Siregar mengatakan bahwa, Adam Ibrahim (AI) tersangka penyebar hoaks babi ngepet sengaja merekayasa kasus agar masyarakat percaya. Padahal, babi tersebut sengaja dibelinya lewat daring (online).
AI yang dianggap ustadz di Kampung Bedahan, Sawangan, Depok, akhirnya jadi terasngka. Pelaku bersama rekan-rekannya sengaja memesan seekor babi lewat online seharga Rp900 ribu plus ongkos kirim Rp200 ribu.
Mereka punya peran-peran masing-masing untuk membuat kehebohan dan meyakinkan masyarakat bahwa babi tersebut adalah jelmaan manusia.
“Tersangka merekayasa dengan memesan online seekor babi dari pencinta binatang Rp900 ribu, ditambah ongkos kirim Rp200 ribu. Kerja sama 8 orang, mengarang cerita bahwa seolah-olah babi ngepet itu benar, padahal itu rekayasa, bahwa disebut ada kalung dan lain-lain itu bohong,” ucap Kombes Imran, Kamis (29/4/2021).
Imran juga mengungkapkan bahwa motif pelaku adalah mendapatkan popularitas di kampungnya. Tersangka memang dianggap sebagai tokoh masyarakat setempat.
“Tujuannya agar lebih terkenal di kampungnya, ini merupakan tokoh tapi enggak terkenal, tokoh biasalah, tokoh masyarakat, bukan dari majelis hanya pengajian biasa,” kata Imran.