Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Sepeda Disebut Kurangi PAD, Gowes Mania: Mungkin Itu Pengamat Oon

NS/RN/NET | Jumat, 13 November 2020
Sepeda Disebut Kurangi PAD, Gowes Mania: Mungkin Itu Pengamat Oon
Anies Baswedan saat gowes bareng dengan para duta besar di kawasan Thamrin dan Sudirman.
-

RADAR NONSTOP - Demam sepeda di Jakarta menimbulkan spekulasi. Bagi yang hobi olahraga, sepeda adalah bagian dari solusi transportasi.

Tapi bagi yang tak hobi olahraga, sepeda bisa mengurangi pendapatan daerah atau PAD DKI Jakarta. Bahkan, sepeda harus dikenakan pajak agar PAD tidak terkuras.

"Itu pengamat apa sih. Oon bener ngitungnya, apalagi dikenakan pajak," ungkap Imam, pecinta gowes di Jakarta, Jumat (13/11). 

BERITA TERKAIT :
Apresiasi LRT Luncurkan Fitur Pembayaran Baru, FPPJ: Sangat Inovatif
Waspada, Sepeda Listrik Rawan Celaka

Solusi agar sepeda jadi alat transportasi publik adalah terobosan cerdas agar Jakarta sehat. "Suruh belajar dulu itu pengamat," terang Simon, mahasiswa Universitas Mercu Buana (UMB) Jakbar yang setiap hari ke kampus naik sepeda. 

Jika dihitung untung rugi kata dia, sepeda lebih ramah lingkungan. "Coba itu pengamaat oon suruh hitung kalau dampak dari polusi udara apa? Berapa juta warga DKI yang wafat dan sakit karena udara kotor?," tegasnya.

Dia menantang si pengamat untuk debat dan adu massa. "Ayo debat dah ama gw yang katanya anak ingusan ini. Emang dia punya massa, emang dia lulusan mana sih, apa ada bahan kajiannya," bebernya.

Kalaupun warga Jakarta naik sepeda lanjut Simon, tetap membayar pajak mobil dan motor. "Karena warga DKI tetap punya motor dan mobil. Jadi bayar pajak juga kan dari mana ruginya buat PAD, bahkan ada sepeda itu membangkitkan ekonomi rakyat. Bengkel sepeda hidup lho," tambahnya.

Dikutip dari media online, Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar) Sugiyanto mengatakan, rencana Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menjadikan sepeda sebagai alat transportasi dapat menimbulkan beberapa konsekuensi. 

Karenanya, jika Anies ingin menjadikan sepeda tak lagi hanya sebagai alat olahraga, tapi juga sarana transportasi seperti di zaman baheula seperti ketika kendaraan bermotor belum ada, Anies harus memperhitungkan konsekuensi-konsekuensi tersebut agar rencana itu tidak menjadi mubazir setelah direalisasikan. 

"Saya sih setuju-setuju saja sepeda dijadikan sarana transportasi, namun Anies harus memperhitungkan konsekuensi dari rencananya itu," kata Sugiyanto di Jakarta, Jumat (13/11/2020). 

SGY menjelaskan bahwa saat ini jumlah kendaraan yang berlalu lalang di Jakarta telah melebihi jumlah penduduk Jakarta sendiri. 

Dengan jumlah penduduk diproyeksi sebanyak 10,57 juta jiwa berdasarkan hasil Survei penduduk antar sensus (SUPAS) pada 2020, data Dinas Perhubungan DKI Jakarta menyebutkan,  pada 2019 jumlah kendaraan bermotor di DKI telah sebanyak 11.839.921 juta unit, terdiri dari 8.194.590 juta unit sepeda motor (69%), 2.805.989 unit mobil penumpang, termasuk kendaraan pribadi (24%), dan 295.370 unit angkutan umum berupa bus (2%). 

Banyaknya jumlah kendaraan bermotor ini membuat Jakarta menjadi salah satu kota termacet di dunia. 

"Jadi, bayangkan kalau nanti ditambah sepeda dan jumlah kendaraan bermotor juga bertambah lagi," imbuh SGY.  

Maka, menurut aktivis yang bermukim di Jakarta Utara ini, untuk mencegah pembengkakan jumlah sarana transportasi di Jakarta, Anies harus dapat menekan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor, atau bahkan menguranginya, demi memberi ruang yang lebih luas bagi sepeda untuk bertumbuh atau mengalami penambahan. 

Namun konsekuensi logis dari kebijakan itu, jelas SGY,  adalah:

1. Pendapatan DKI dari sektor pajak kendaraan bermotor (PKB) yang rata-rata mencapai sekitar Rp5,1 triliun akan berkurang, sementara selama ini PKB merupakan sektor primadona bagi pemasukan asli daerah (PAD) DKI. Jika pendapatan dari sektor ini ingin dipertahankan, atau bahkan dipaksa untuk dapat dinaikkan, maka PKB harus dinaikkan;
2. Pendapatan lain dari sektor kendaraan bermotor seperti bea balik nama yang rata-rata mencapai Rp2,52 triliun/tahun, juga akan berkurang. Jika pendapatan dari sektor ini ingin dipertahankan, atau bahkan juga dipaksa untuk dapat dinaikkan, maka pajak bea balik nama harus dinaikkan;
3. Jika menjadi alat transportasi, maka sepeda harus dikenai pajak. 
4. Jalur sepeda yang saat ini baru berada di 29 ruas di lima kota administrasi dengan panjang 63 kilometer dan akan ditambah menjadi 500 kilometer, harus ditambah lagi agar pengendara sepeda dapat menjangkau semua lokasi yang ingin dituju sebagaimana halnya pengendara sepeda motor mengingat panjang jalan di lima wilayah kota administrasi di Jakarta mencapai 6.652.68 kilometer

"Kalau panjang jalur sepeda tidak sebanding dengan panjang jalan, atau setidaknya melebihi separuh dari panjang jalan yang ada,  kemungkinannya ada dua, yakni sepeda hanya berfungsi sebagai kendaraan perantara untuk naik moda transportasi yang lain, atau pengendara berbaur dengan pengendara sepeda motor, termasuk ketika berada di jalan protokol, sehingga berisiko menimbulkan kecelakaan," jelasnya. 

Meski demikian SGY mengakui bahwa bersepeda bermanfaat bagi kesehatan dan kendaraan ini ramah lingkungan sehingga dapat membantu Pemprov DKI dalam menekan tingkat pencemaran udara. 

Gowes Bareng

Seperti diketahui, pada 5 November 2020, saat bersepeda bersama para duta besar dari Denmark, Finlandia, Norwegia, Swedia, dan Uni Eropa dari Kedutaan Besar Uni Eropa di Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, ke  Menara Rajawali, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan bahwa ia akan menjadikan sepeda sebagai alat transportasi, bukan lagi sebagai alat olahraga. 

"Selama ini mayoritas (orang) memandang sepeda sebagai alat olahraga, sport, harus diubah jadi alat transportasi. Nah, ini yang sedang kita kerjakan," katanya. 

Anies menyebut kalau untuk kepentingan tersebut, pihaknya akan menambah panjang jalur sepeda dari 63 kilometer yang telah dibangun saat ini, menjadi 500 kilometer. 

Rencana mengubah sepeda dari alat olahraga menjadi alat transportasi, dipicu oleh adanya pandemi Covid-19 yang membuat setiap orang melalukan social distancing dengan orang lain, menjaga kebugaran agar tidak mudah terinfeksi Covid-19, dan karena dalam beberapa bulan terakhir terjadi peningkatan jumlah pengguna sepeda di Jakarta. 

"Kita menyaksikan dalam beberapa bulan ini, yang menggunakan sepeda di hari kerja di sekitar Sudirman-Thamrin dihitung oleh Dishub mengalami lonjakan 10 kali lipat. Artinya, kita sudah mulai menyaksikan orang menggunakan sepeda alat transportasi," kata dia.